oleh
M. Indra Furqon
Widyaiswara Ahli Madya KPK
SAYA sengaja memilih profesi tenaga pendidik, bukan tenaga pengajar.
Bagi aya mendidik tidak hanya sekadar mengajar, karena mendidik artinya tidak hanya memberikan pengetahuan kepada anak didik semata.
Lebih dari itu, mendidik artinya menanamkan karakter dan budi pekerti kepada anak didik selain mengajarkan berbagai bidang disiplin ilmu apapun.
Sungguh tenaga pendidik merupakan profesi dan pekerjaan yang sungguh mulia. Karena perannya yang membangun karakter kepribadian dan budi pekerti yang luhur pada anak didik, maka tenaga pendidik wajib memberikan contoh teladan dalam perilaku dan karakter yang luhur.
BACA SERIAL TERKAIT
Tenaga pendidik adalah role model pertama bagi anak didik di sekolah, di kampus, dan di setiap institusi pendidikan. Sangat disayangkan jika contoh teladan bagi anak didik tercoreng dengan perilaku yang tidak profesional dan tidak independen karena sering atau terbiasa menerima gratifikasi.
Contoh gratifikasi yang dianggap biasa diterima tenaga pendidik adalah saat pembagian rapor bagi guru atau sidang skripsi bagi dosen.
Ketika pembagian rapor, banyak guru melakukan pembenaran (rasionalisasi) menerima hadiah dari orangtua siswa yang anaknya naik kelas atau lulus.
Banyak dosen juga membenarkan menerima hadiah dari mahasiswa ketika lulus sidang skripsi. Guru dan dosen tersebut merasa bahwa hadiah tadi hanya sekadar tanda terima kasih dan tidak mempengaruhi keputusan nilai atau kelulusan, karena nilai sudah ditulis, keputusan sudah disahkan.
BACA JUGA
Apakah mereka juga menerima hadiah dari mahasiswa yang tidak lulus? Atau dari orangtua yang anaknya tidak naik kelas atau tidak lulus?
Mereka lupa bahwa profesionalisme dan independensi mereka akan teruji saat anak didik mereka yang seharusnya mendapat nilai rendah, bahkan tidak lulus, ternyata anak dari orangtua atau mahasiswa yang baik hati memberikan hadiah.
Tanpa disadari guru atau dosen itu akan memiliki kecenderungan membalas perbuatan baik yang mereka terima. Kecenderungan ini akan menutup pintu keadilan dan membuka pintu keberpihakkan. Ketika mereka berpihak kepada anak didik yang spesial ini, maka akan meruntuhkan profesionalisme dan mematikan independensi mereka.
Gratifikasi yang diterima tenaga pendidik dari anak didiknya, tanpa disadari akan menimbulkan utang budi. []