oleh
M. Indra Furqon
Widyaiswara Ahli Madya KPK
DALAM sebuah sesi tanya jawab sosialisasi gratifikasi, saya pernah diminta untuk menanggapi pernyataan oleh seorang peserta dari salah satu lembaga tinggi negara. Ia menjelaskan perihal gaji pegawai negeri yang dirasa kecil sebagai penyebab adanya pembenaran pegawai negeri menerima sekadar hadiah, tanda terimakasih dari masyarakat.
Itu pernyataan yang aneh, menurut saya. Karena dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tidak ada pengecualian pegawai negeri boleh menerima gratifikasi hanya alasan besaran gaji yang diterima.
Jika memang ada pengecualian seperti itu, kriteria apa yang menentukan batas gaji kecil yang boleh menerima gratifikasi?
Jika pegawai negeri dibolehkan menerima gratifikasi karena gajinya kecil, logikanya: penghasilan pegawai negeri bergaji kecil bisa berubah tinggi dan tidak terbatas melebihi gaji pegawai negeri yang masuk kriteria gaji besar.
Kondisi seperti tersebut pasti akan berpengaruh terhadap profesionalisme pelayanan mereka, baik oleh pegawai berkriteria gaji kecil maupun bergaji besar, dan tentu saja dengan berbagai permasalahan baru yang akan timbul.
Saya pun menanggapi pernyataan peserta tersebut dengan menanyakan: apakah seorang pegawai negeri, berapa pun lamanya mereka mengabdi sebagai pegawai negeri, ketika diawal memutuskan mengikuti seleksi pegawai negeri, tidak mengetahui bahwa gaji pegawai negeri itu kecil?
Seharusnya mereka paham dan dengan kesadaran sendiri menerima konsekuensi jika mereka memutuskan menjadi pegawai negeri, maka gaji mereka kecil.
Tidak bisa dibandingkan dengan gaji pegawai swasta apalagi perusahaan internasional, tidak bisa juga dibandingkan dengan penghasilan jika menjadi pengusaha yang bisa kaya raya dari hasil usahanya.
Maka, jika sedari awal sudah secara sadar memahami bahwa bekerja sebagai pegawai negeri gajinya kecil, mengapa tetap dilanjutkan proses seleksinya sampai diterima dan bekerja sekian lamanya?
BACA SERIAL TERKAIT
Jika sudah menyadari konsekuensi itu, seharusnya dengan segera mengundurkan diri dan jangan memaksakan diri menjadi pegawai negeri. Justru, hal ini yang akan berakibat kekecewaan dan menghalalkan segala cara untuk meningkatkan penghasilannya meski dengan korupsi.
Pada 2022, Lembaga Survey Indonesia (LSI) melakukan surve tentang kecukupan pendapatan sebagai pegawai negeri sipil untuk membiayai kebutuhan hidup.
Hasil survei menunjukkan sebanyak 93,7 persen responden menyatakan cukup dan sebanyak 6,3 persen menyatakan tidak cukup. Dari hasil survei ini membuktikan bahwa pendapatan atau gaji PNS relatif cukup.
Pengaruh gaya hidup PNS merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi mereka. Akhirnya, mereka melakukan pembenaran-pembenaran dalam korupsi, khususnya gratifikasi. Yang pasti, gaji PNS cukup untuk biaya hidup, tetapi tidak akan pernah cukup untuk gaya hidup.
Timbul pertanyaan: apakah faktor gaji kecil menyebabkan orang korupsi? Jawabannya: belum tentu.
BACA:
Karena dalam ilmu teori penyebab korupsi, faktor gaji kecil lebih mendekati ke faktor need atau kebutuhan, sehingga seseorang karena kekurangannya mendorong untuk korupsi demi memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Namun, sampai batas apa pemenuhan kebutuhan yang dijadikan pembenaran orang untuk melakukan korupsi? Karena faktor greed atau ketamakan akan berjalan menyertai pelaku korupsi yang tadinya beralasan sebatas pemenuhan kebutuhan saja.
Sekali lagi, faktor eksternal dan internal berupa gaya hidup menjadi pemicu dalam hal pendapatan. Pernah muncul berita di media masa tentang seorang manager HRD sebuah bank nekat merampok sebuah bank karena terlilit utang Rp5 miliar, padahal gajinya sebulan sudah Rp60 juta. Bayangkan gaji Rp60 juta saja tidak membuat dia merasa cukup.
Maka, tidak ada jaminan gaji besar dengan keinginan untuk tidak akan korupsi. Cukuplah kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh KPK membuktikan bahwa gaji atau penghasilan yang tinggi tidak berbanding terbalik dengan keinginan pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk korupsi.
Justru, semakin tinggi gaji menandakan kewenangan yang lebih tinggi dengan kesempatan yang besar, dan semakin besar pula nilai yang dikorupsi! []