oleh
M. Indra Furqon
Widyaiswara Ahli Madya KPK
PADA tulisan-tulisan sebelumnya, saya menjelaskan sejumlah rasionalisasi atau alasan-alasan pembenaran yang dilakukan oleh pejabat publik, peyelenggara negara, atau pegawai negeri saat menerima gratifikasi.
Mereka beralasan bahwa gratifikasi yang diterima dianggap sebagai rejeki atau tidak mengangkibatkan adanya kerugian keuangan negara.
Semua alasan itu tidaklah dibenarkan. Mari saya jelaskan lebih lanjut terkait dengan pembenaran-pembenaran lain yang biasa dipakai untuk menerima gratifikasi berkaitan dengan jabatannya.
Jika ada pegawai negeri atau pejabat publik yang melakukan pembenaran menerima hadiah dari masyarakat dengan dalih telah bekerja profesional, membuat layanan efektif dan efisien, tanpa pungli, atau tanpa katebelece, apa pun alasannya itu tidak bisa diterima.
Mereka harus kita ingatkan, bahwa sebagai pejabat publik atau pegawai negeri sudah seharusnya bekerja profesional, membuat layanan publik efektif dan efisien, dan tak menarik pungli. “Memang itulah tugas kalian. Sudah seharusnya kalian bekerja seperti itu!”
BACA SERIAL TERKAIT
Saya menjadi bertanya-tanya: mengapa menjadi sesuatu yang istimewa ketiak pegawai negeri atau pejabat publik telah bekerja lebih cepat, efektif, efisien, tanpa mempersulit, tanpa ketebelece dan tanpa pungli?
Apakah memang dalam pemahaman mereka bekerja menjadi pegawai negeri atau pejabat publik itu santai-santai saja, tanpa perlu profesional, penuh birokrasi yang mempersulit, tidak akan dilayani jika tidak ada uang dan koneksi?
Jika memang bekerja profesional menjadi suatu keistimewaan dan barang langka, sesungguhnya ada yang salah dari birokrasi pelayanan publik di Indonesia—semoga saja pernyataan ini salah.
Oleh karenanya, jika ada:
- seorang pejabat pengadaan barang dan jasa menerima hadiah setelah proyek pengadaan barang dan jasanya selesai,
- seorang hakim menerima hadiah dari terdakwa yang telah divonis bebas,
- seorang guru di sekolah negeri menerima hadiah setelah selesai membagikan rapor kepada anak didiknya, dan
- seorang petugas kelurahan menerima hadiah setelah proses mutasi alamat disetujui,
semua yang diterima itu disebut gratifikasi.
Jadi, berbagai hadiah yang diterima oleh pegawai negeri atau pejabat publik setelah mereka menyelesaikan tugas pelayanan mereka kepada masyarakat, meskipun proyek atau pekerjaan tersebut sudah selesai dan tidak menpengaruhi keputusan atau kebijakan yang mereka ambil, tetap namanya gratifikasi!
Semua penerimaan hadiah itu wajib ditolak dan atau dilaporkan hadiah tersebut ke KPK.
Karena memang gratifikasi itu semata-mata dalam bentuk hadiah yang sering dibungkus dalam bentuk tanda terima kasih. Adapun jika mereka menerima hadiah tersebut dalam proses pekerjaan dan pelayanan mereka kepada masyarakat untuk mempermudah, mempercepat, mengistimewakan, menutupi kesalahan, mengabaikan kekurangan, mengubah hasil atau nilai yang seharusnya, maka tidak diragukan lagi bahwa itu adalah suap!
Adapun gratifikasi adalah hadiah yang diterima tanpa perlu melakukan atau tidak melakukan sesuatu, lebih detail akan terurai dalam sesi gratifikasi dalam perspektif hukum di seri yang akan datang. []