Setelah menjalani pelatihan, Wahyu juga berharap agar peserta bisa ikut bergabung dengan komunitas-komunitas penyuluh antikorupsi (Paksi). Di lingkup Kemenkeu, misalnya, ada Forum Paksiapi Dana Rakca.
BACA:
Direktur Diklat Antikorupsi KPK Dian Novianthi mengatakan, dalam PELOPOR angkatan pertama pada Agustus lalu, sebanyak 41 orang mengikuti pelatihan, tapi 37 orang dinyatakan lulus dan sisanya belum lulus.
Ia berharap pada angkatan kedua ini dapat menghasilkan lebih banyak lagi calon penyuluh antikorupsi.
Sebagai informasi, usai mengikuti pelatihan ini, peserta tidak otomatis menjadi penyuluh antikorupsi. Akan tetapi, mereka masih harus mengikuti proses sertifikasi Paksi yang diadakan oleh LSP KPK. Dari proses sertifikasi inilah, mereka akan dinyatakan kompeten atau tidak sebagai penyuluh. Jika dinyatakan kompeten, mereka akan menerima sertifikat Paksi yang memiliki masa berlaku selama tiga tahun.
Saat ini sudah ada 445 orang Paksi di Kemenkeu. Dengan jumlah itu, Dian berharap para Paksi dapat diberdayakan secara optimal dalam kegiatan pencegahan korupsi di Kemenkeu.
Integritas setiap individu, menurut Dian, bisa mengalami naik-turun. Inilah pentingnya untuk saling mengingatkan. “Ketika lingkungan kita integritasnya sedang menurun, kita sebagai penyuluh antikorupsi mengingatkan tentang pembangunan integritas,” katanya.
BACA:
Ia juga mengingatkan tentang sembilan nilai integritas yang dikenal lewat akronim "Jumat Bersepeda KK" (jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras).
Nilai-nilai tersebut harus ditularkan kepada keluarga, kepada anak-anak kita, dan lingkungan sosial sekitar. “Banyak kasus korupsi yang ditangani KPK itu bukan karena kurang penghasilan. Namun, mengapa masih korupsi? Kebanyakan karena pengaruh gaya hidup. Oleh karena, penting kita untuk lebih hidup sederhana,” Dian mengingatkan.[]