Demi membangun budaya integritas itu, katanya, KPK tak bisa bekerja sendirian, butuh kerja sama dan kolaborasi dari berbagai pihak. Di sinilah, KPK melatih agen-agen perubahan dari berbagai kalangan tersebut sebagai penyuluh antikorupsi.
Dian juga mengingatkan peserta pelatihan bahwa integritas tiap orang tidaklah stabil. “Dulu ada tokoh berintegritas, ternyata besoknya tertangkap karena korupsi,” ujarnya sambil mengenalkan sembilan nilai-nilai integritas, “Jumat Bersepeda KK” (jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, adil, disiplin, dan kerja keras).
Dari nilai-nilai itu, Dian menyoroti terkait sederhana. “Kita disorot oleh masyarakat terkait gaya hidup kita—sederhana itu yang perlu kita tanamkan,” tuturnya.
Mengapa sikap sederhana perlu diterapkan? Dian menambahkan: “Kadang-kadang korupsi bukan karena penghasilan kurang, tapi karena masalah gaya hidup. Kalau kita sederhana, kita enggak akan flexing [pamer kekayaan, red],” katanya.
Kepala Pusdiklat Kepemimpinan dan Manajerial Kemenkeu Wahyu Kusuma Romadhoni menuturkan menjadi penyuluh saat ini sangat berbeda dengan penyuluh pada 10 tahun silam.
Menurut dia, penyuluh-penyuluh saat ini memiliki banyak tantangan yang dihadapi, terlebih objek atau kelompok sasaran adalah generasi muda atau generasi Z.
“Satu kunci cara menyuluh adalah bagaimana kita mengembangkan cara-cara kreatif dan inovatif meski substansi atau pesan tetap sama,” katanya.
“Cara-cara baru diperlukan agar pesan (antikorupsi, menolak godaan korupsi, dll) ini bisa diterima. Ini yang menjadi menarik.”
Wahyu menegaskan agar peserta pelatihan tidak berpuas diri dengan hanya mendapatkan sertifikat Paksi, tapi harus bisa mewujudkan mimpi bersama, yaitu membentuk budaya integritas di unit kerja masing-masing.