TAK sedikit yang berargumen bahwa terjadinya korupsi di birokrasi karena gaji pegawai negeri kecil. Mereka akhirnya mencari cara untuk mendapatkan tambahan penghasilan secara ilegal.
Jika dicermati, para koruptor yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, nyatanya adalah orang-orang dengan ekonomi tinggi alias kalangan elite. Beberapa kali pemerintah juga telah melakukan menaikkan gaji pegawai negeri, tapi korupsi juga tetap terjadi.
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak 2019 hingga 2021, jumlah korupsi di kalangan aparat sipil negara sebanyak 828 orang, dengan kondisi tren meningkat.
Bukti lain yang menunjukkan bahwa nominal penghasilan bukan alasan orang melakukan korupsi adalah banyaknya orang dengan penghasilan terbatas, tetapi mampu mempertahankan integritasnya dalam bekerja.
Seperti Khaerullah yang hanya seorang tenaga honorer di SDN Panunggangan Cibodas, Tangerang, Banten. Ia memilih untuk melaporkan gratifikasi yang diterimanya setelah membantu para siswanya mengurus dana Program Indonesia Pintar (PIP). #KawanAksi bisa melihat cerita inspiratif lebih lengkapnya
di sini!
Oleh karenanya, penghasilan kecil bisa menjadi faktor pemicu seseorang untuk melakukan korupsi. Tapi, ini bukanlah satu-satunya faktor tunggal.
Faktor penyebab korupsi
Dalam buku
The Accountant Handbook of Fraud and Commercial Crime, Jack Bologne menyebut teori GONE sebagai faktor
penyebab korupsi, yaitu:
- Greedy (keserakahan). Setiap orang memiliki kecenderungan sifat serakah. Gaya hidup biasanya mempengaruhi seseorang bersikap tamak. Berapapun penghasilan yang mereka miliki tetap terasa kurang.
- Opportunity (kesempatan). Berkaitan dengan sistem dalam sebuah organisasi maupun perusahaan. Ketika sistem tersebut membuka kesempatan terjadinya kecurangan, maka godaan untuk melakukan korupsi semakin besar. Untuk mencegahnya, perlu dibuat sistem yang lebih aman serta contoh yang baik oleh para pimpinan agar tidak menerapkan perilaku koruptif dalam bekerja.
- Need (kebutuhan). Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan untuk dapat bertahan, seperti kebutuhan primer berupa sandang, pangan, dan papan. Faktor tekanan pemenuhan kebutuhan ini, ada kalanya seseorang kalah dengan godaan untuk berbuat korup. Solusinya ialah pengelolaan keuangan yang tepat dan tidak bergaya hidup berlebih-lebihan alias sederhana saja..
- Exposure (pengungkapan). Berkaitan dengan penegakan hukum yang dilakukan pada seseorang yang terlibat tindak pidana korupsi.
Selain teori GONE, faktor penyebab korupsi lainnya bisa dibedakan berdasarkan
faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu sifat serakah, gaya hidup konsumtif, dan moral yang lemah.
Sementara itu, faktor eksternal yaitu aspek sosial seperti lingkungan keluarga dan masyarakat, aspek politik seperti seseorang mengincar jabatan hanya untuk keuntungan pribadi, aspek hukum, misal, perundang-undangan yang mengatur hukuman koruptor masih lemah, serta aspek ekonomi, contoh banyak yang menjadikan penghasilan rendah sebagai alasan korupsi.
Korupsi menyebabkan kemiskinan
Korupsi dan kemiskinan sebenarnya saling terkait satu sama lain. Masyarakat berpenghasilan rendah atau bisa dibilang masyarakat miskin akan berusaha melakukan apa pun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ada yang melakukan dengan cara benar, tetapi banyak juga yang melakukan cara yang salah seperti membenarkan perilaku koruptif seperti yang sering terjadi di masyarakat. Artinya, kemiskinan yang didukung kesempatan bisa menyebabkan korupsi.
Namun,
dampak sosial korupsi juga bisa menyebabkan angka kemiskinan semakin meningkat. Tingginya angka korupsi di sebuah negara akan berdampak pada kenaikan pajak untuk menutupi kerugian negara akibat korupsi. Siapa yang menanggungnya? Rakyat.
Korupsi yang tinggi juga bisa menyebabkan kemiskinan meningkat akibat masalah pendidikan. Penyebabnya tentu beragam, tetapi faktor biaya menjadi salah satunya. Padahal, pendidikan dapat membantu menaikkan taraf hidup seseorang menjadi lebih baik sehingga bisa mengurangi angka kemiskinan.
Untuk mencegah adanya peserta didik yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena biaya, pemerintah meluncurkan Program Indonesia Pintar (PIP). PIP merupakan bantuan dalam bentuk uang tunai, perluasan akses, serta kesempatan belajar yang ditujukan bagi peserta didik yang memiliki keterbatasan biaya.
Harapannya, peserta didik yang ingin melanjutkan sekolah tetapi terbentur masalah biaya dapat melanjutkan pendidikannya kembali untuk memperbaiki hidupnya di masa depan.
Sayangnya, program bantuan untuk masyarakat miskin saja ternyata tidak lepas dari ancaman korupsi. Seperti yang dilakukan oleh Marhaen Nusantara, mantan Kepala SMPN 17 Tangerang Selatan, yang menggelapkan dana PIP untuk 1.077 siswa sebesar Rp699 juta. Ia divonis 2,5 tahun penjara.
Yuk, #KawanAksi kita cegah praktik-praktik koruptif untuk Indonesia bisa bebas dari tindak pidana korupsi. Karena bakat koruptor itu biasanya muncul dari praktik-praktik lancung kecil-kecilan alias petty corruption. *