"SUDAH, SUDAH, JANGAN LAMA-LAMA."
SEKALI terjerat korupsi, penjara adalah keniscayaan. Anda tak lagi menatap Matahari indah di pagi hari. Empat dinding tebal menahan segalanya, hanya pintu jeruji besi satu-satunya yang memberikan kelonggaran mata memandang situasi luar—itu pun bukan sunset atau langit-langit biru, tapi tembok-tembok sel lain.
Pengap. Bau apek. Langit-langit dan lampu-lampu itu saja yang ditatap sepanjang hari ketika Anda merebahkan badan. Kipas angin satu menghalau udara panas di ruangan sesak; jangan dibayangkan bahwa setiap penjara bakal memiliki kipas angin. Barang satu ini ialah sebuah kemewahan.
Dari detik ke menit, menit ke jam, hari ke minggu, minggu ke bulan, bulan ke tahun, begitulah ruangan yang Anda rasakan.
Maka, benar apa yang dikatakan P.A.F Lamintang, dikutip dari Pengantar Hukum Indonesia, bahwa penjara (prison) membatasi kebebasan bergerak dan mewajibkan penghuninya (terpidana) menaati semua tata tertib yang berlaku di lembaga penjara.
Ketika masuk penjara, kemerdekaan seseorang langsung terampas. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Johanis Tanak menggambarkan bahwa penjara adalah tempat yang mengerikan. "Tidur beralas lantai. Tak ada sewa kasur," katanya saat membuka diklat PAKU Integritas di depan para pejabat eselon satu, Rabu (14 Juni 2023).
Baca:
Penjara adalah gambaran terburuk di dunia. Karena hidup di dunia seakan-akan telah selesai bagi orang yang menjalaninya. Makanya, Greshan M. Sykes, sosiolog cum kriminolog Universitas Northwestern, dikutip oleh Dr. Hamja, SH, MH (2015) menyebut bahwa penjara adalah "lama dan menyakitkan (long and pain full). Tak hanya kemerdekaan yang terampas, tapi juga kehilangan kepemilikan barang dan jasa, hubungan sosial, dan hilangnya kenyamanan serta keamanan.
Dampak korupsi dan keluarga
Selain dampak bagi diri pribadi, ketika seseorang di penjara karena korupsi juga berdampak bagi keluarga. Kehidupan keluarga besar turut terseret dalam perbincangan kasus; secara sosial pun mereka akan mendapatkan cibiran atau cemoohan. Bahkan, tak menutup kemungkinan cyberbullying terjadi bagi keluarganya. Akibatnya, mereka membatasi diri dalam bergaul secara sosial.
"Jangan pikir dampak korupsi itu hanya sebatas malu saja," tutur Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Ujang Abdullah suatu kali pada 2018 ketika memaknai Hari Antikorupsi dikutip dari Media Indonesia.
Kondisi seperti itu sangat mempengaruhi psikologis anggota keluarga. "Pokoknya semua pasti akan hancur berantakan ketika suami atau istri tersebut tertangkap karena korupsi," ujar Ujang.
Dampak buruk ini harus benar-benar dipahami dan diresapi oleh siapa pun. Makanya sebelum berbuat ingat keluarga.
Seorang penyelidik KPK dalam acara Pelatihan Pengelolaan Whistleblowing System Pengaduan Korupsi Integritas (Peluit Integritas) akhir Mei lalu bercerita tentang dampak korupsi dan keluarga. Kejadian yang dialami itu membuat dirinya menjadi semakin sadar.
Kasus itu terjadi pada 2007. Ia bersama rekan penyelidik menyelidiki kasus yang menjerat kepala daerah di Jawa Barat. Kepala daerah ini begitu terkenal dan memiliki latar belakang seorang militer. "Karakter orangnya keras," ujar penyelidik. Salah satu kejadian yang membuat dia miris ketika menggeledah rumah sang kepala daerah. Saat itu ada istri, ketiga anaknya, dan pembantu rumah tangga.
Anak-anaknya masih bersekolah di tingkat SMA, SMP, dan paling kecil di tingkat Taman Kanak-kanak. "Kejadian ini nyantol di ingatan saya. Karena saat menggeledah itu tidak hanya mencari bukti, juga bukan menghina orang. Makanya, saat ada anak-anak, kami juga bermain bersama. Nah, saat itu anaknya yang kecil datang dan bertanya: 'Om lagi nyari apa?'. Saya kan tidak mungkin menjawab sedang mencari barang bukti. Lalu saya jawab: 'Om lagi nyari barangnya Papa yang ketinggalan," penyelidik menceritakan.
Anak kecil itu lalu dibawa masuk kembali oleh pembantu. Setelah kejadian itu, muncul anak yang nomor dua. Dari situ tahulah cerita bahwa sang anak sudah tidak bersekolah selama dua pekan. "Dia malu karena bapaknya korupsi, mental anak itu menjadi rusak," cerita penyelidik.
Cerita miris juga dituturkan oleh Johanis Tanak tentang bagaimana korupsi bisa membuat bubarnya sebuah keluarga.
"Ketika ada orang melakukan korupsi, setelah disidik, kemungkinan besar langsung ditahan. Ketika ditahan, biasanya selama tiga bulan, istri rajin datang. Tapi, di bulan keempat, istri biasanya mulai jarang datang. Yang rajin datang, anaknya. 'Kok mama enggak datang?' tanya si ayah kepada anaknya. Dijawab anaknya, 'Mama sudah sering didatangi om-om. Adakalanya pulang, adakalanya tidak," katanya saat memberi pembekalan antikorupsi "Executive Briefing", Mei lalu.
Baca:
"Pas ada banyak uang, rumah dievaluasi, mobil dievaluasi, tapi begitu suami masuk penjara, ternyata suami yang 'dievaluasi'."
"Maka, pikir-pikir kalau mau korupsi. Bayangkan saja penjara ini (sambil memperlihatkan gambar penjara), ngeri dilihatnya. Jadi, dikhayalkan saja itu. Mudah-mudahan ada rasa takut."
"Sebagus apa pun penjara jangan mau," tuturnya.
Pelajaran dari penjara koruptor
Koruptor adalah orang-orang yang tak berintegritas. Mereka adalah orang-orang berperangai busuk, bejat, buruk dan tak bermoral persis seperti pengertian korupsi (corruptio) itu sendiri.
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan ada tujuh jenis kejahatan korupsi, yaitu kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Alasan orang berbuat korupsi bermacam-macam. Namun, Teori GONE yang dikemukakan oleh penulis Jack Bologna mengungkapkan faktor-faktor penyebab korupsi. GONE merupakan singkatan dari greedy (keserakahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan), dan exposure (pengungkapan). Teori ini menjelaskan bahwa secara mendasar orang berbuat korupsi karena "serakah dan tak pernah puas"; hidup berlebih-lebihan, sedangkan di sektor hukum karena pengungkapan atau penindakan atas pelaku, ternyata belum memberi efek jera.
Maka pada Rabu (14 Juni 2023) sore, sebanyak 24 pejabat eselon satu dari tiga kementerian menyambangi penjara sel koruptor KPK. Mereka dari Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian BUMN.
Kunjungan itu bagian dari kegiatan diklat PAKU Integritas yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK pada Rabu (14 Juni 2023). Direktur Diklat Antikorupsi Dian Novianthi mengatakan, kunjungan penjara bakal menjadi "pengalaman berharga sekaligus pembelajaran agar peserta diklat terhindar dari tindak pidana korupsi di masa depan. Supaya tidak lagi datang ke rutan tersebut di waktu lain,” ujar Dian.
Satu per satu dari mereka memasuki pintu penjara. Petugas meraba setiap jengkal tubuh mereka, memastikan tak ada barang terlarang. Semua dititipkan di ruang pemeriksaan.
Krek. Klang.
Gembok pintu penjara memecahkan suara hening. Menggetarkan ruangan yang kedap dari kebisingan luar. Seorang peserta di sesi akhir kunjungan menuturkan, "Mendengar suara gembok yang keras, itu terbayang, di sini tuh (sambil nunjuk dada) terasa banget. Ngeri," katanya.
Ruang pertama yang mereka kunjungi adalah tempat berolahraga. Jangan harap ada alat-alat olahraga seperti di pusat-pusat kebugaran, tapi berupa pelataran terbuka beratap langit selebar kurang lebih 10 meter dan di sisi lain terdapat meja pingpong.
Lalu, peserta masuk ke ruangan pembekalan barang-barang yang akan dibawa masuk ke sel. Setiap tahanan membawa boks plastik berisi perlengkapan selama di sel—peralatan tidur, mandi, dan sehari-hari lainnya yang standar.
Baca:
Pintu besi dibuka kembali. Mereka berada di sebuah lorong panjang. Di salah satu ujung lorong, terdapat ruang terbuka. Di sini, tahanan diberi kesempatan untuk bercocok tanam di pot-pot, pelihara ikan, dan tempat menjemur pakaian. Di lorong itulah, dua pintu utama masuk ke masing-masing sel yang dituju tahanan. Satu pintu menuju sel wanita, satu lainnya untuk tahanan laki-laki.
Peserta diklat diarahkan ke sel wanita. Diperiksa kembali oleh petugas seperti di awal masuk gedung. Hawa panas langsung menyergap begitu masuk ruangan ini. Ada tiga sel di ruang tahanan wanita ini, salah satunya sel isolasi yang hanya berkapasitas satu orang.
Petugas mengatakan, sel isolasi dipakai ketika pertama kali tahanan masuk. "Jika ada yang berantem, juga dimasukkan ke sini," ujar petugas.
Sel isolasi itu terdapat alas beton tebal. Dibuat meninggi. Di sampingnya, tempat berak dan mandi. Kasur tipis. Pengap. Apek. Remang.
Gambaran tersebut tak jauh berbeda dengan kisah yang ditulis oleh novelis Pramoedya Ananta Toer dalam karyanya "Mereka yang Dilumpuhkan" pada 1951. Pramoedya menceritakan bagaimana penjara Bukit Duri yang ganas. "Engkau di sana disuruh tidur di bale beton sonder alas. Kalau engkau kuat sebulan tidur seperti itu, itulah tandanya engkau akan kuat selama-lamanya," tulis Pramoedya.
Namun, penjara KPK jelas berbeda dengan penjara Bukit Duri. Pelayanan rutan KPK lebih modern dan masih "manusiawi".
Ada sekitar tiga menit peserta diklat itu terkunci di sel isolasi.
"Puanas ya…," ujar seorang peserta yang merasakan masuk sel yang terkunci dari luar.
"Ya begitulah bapak/ibu suasananya," jawab petugas.
Mereka diperlihatkan pula ruangan sel yang berpenghuni. Kapasitas sel ini menampung maksimal empat orang. Amben tidurnya terbuat dari beton. Masing-masing tahanan hanya terpisahkah oleh kasur atau boks perabotan. Tahanan pojok berdekatan dengan tempat berak dan mandi—hanya satu ember dan gayung disertai kursi kecil, lalu kakus duduk. Mereka mandi hanya bertirai kain. Jadi, semua aktivitas pastilah terdengar oleh teman satu sel.
Di salah satu tembok, seorang tahanan menempel kertas bergambar keluarga. Di sudut lain, sebuah kitab suci di rekal kayu. Di langit pojok, satu kipas angin dipaksa mengusir hawa panas. Semua perkakas berada di dalam sel, kian menyempitkan ruang bergerak, meski di bawah bale beton itu disediakan tempat menyimpan barang-barang.
"Sudah, jangan lama-lama," teriak salah satu peserta kepada teman lain.
Mereka kemudian dibawa ke ruang besuk. Inilah satu-satunya ruangan paling segar karena dilengkapi air conditioner. "Inilah tempat tangis dan tawa, bapak/ibu. Di sinilah mereka bertemu keluarga dan saudara," tutur petugas.
Di ruangan itu, peserta diklat dipertontonkan gambar slide demi slide tentang informasi penjara dari menu makanan hingga orang-orang terkenal yang menghuni penjara. Termasuk, aktivitas potong rambut sebulan sekali.
"Itu gratis kan ya?" tanya peserta disambut tertawa peserta lain.
"Mau potong rambut gratis apa?" seloroh yang lain menimpali.
"Semua ditanggung negara," balas petugas.
Para peserta beberapa kali bertanya kepada petugas. Satu dua orang berkomentar: ini sudah cukup mengerikan. Ini pelajaran paling berharga, kata seorang peserta. "Jangan macam-macam. Masuk sini, selesai."
"Kok banyak tanya, sepertinya sudah persiapan saja," kata seorang peserta menimpali yang lain yang bertanya apakah boleh membawa buku-buku. Rhenald Kasali, salah satu pemateri diklat PAKU Integritas yang menemani mereka, pun ikut tertawa.
Begitulah gambaran bui koruptor di KPK. Meski tampak modern karena kondisi masih terjaga rapi dan bersih, tetap saja penjara adalah bak sangkar burung. Meringkuk di sel selain membosankan tapi juga mengikis mental tahanan.
Petugas juga sempat bercerita bahwa pernah ada tahanan yang depresi dan berupaya bunuh diri.
"Jangan sampai bapak/ibu masuk sini. Tidak enak," kata petugas.
Seorang peserta diklat perempuan sambil menggelengkan tangannya: tidak, tidak.[]