Unsur-Unsur dalam Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan tentunya tidak muncul begitu saja. Biasanya, ada beberapa faktor yang saling terkait yang membuat seseorang berpotensi mengalami benturan antara kepentingan pribadi dan profesional. Dengan mengenal unsur-unsur ini, individu bisa lebih siap mencegahnya dan menjaga integritas keputusan.
Dilansir dari buku Konflik Kepentingan: Bagaimana Korupsi Bisa Berada Dekat di Sekitar Kita? Ada beberapa unsur yang membentuk konsep konflik kepentingan. Berikut list-nya.
1. Kondisi atau Situasi
Bagaimana sebuah konflik kepentingan bisa muncul? Sebenarnya, kondisi ini bisa terjadi secara alami ataupun disengaja. Misalnya, seseorang pejabat memiliki dua peran dalam satu waktu. Ketika dihadapkan harus membuat keputusan yang bisa merugikan perannya yang lain, ia memilih untuk tidak memilih mengeluarkan kebijakan tersebut.
Bahkan, terkadang konflik kepentingan bukan terlahir dari keputusan yang dibuat sendiri. Namun, kebetulan #KawanAksi tengah berada di pekerjaan yang tanpa disengaja mengikuti arus konflik tersebut. Itu sebabnya, ketika terdeteksi adanya masalah ini, sebaiknya melihat secara keseluruhan dan kronologis kasusnya terlebih dulu.
2. Pejabat Publik atau Seseorang yang Berwenang
Konflik kepentingan juga bisa muncul dari kewenangan atau posisi seseorang yang memberinya kesempatan. Terutama biasanya terjadi terhadap pejabat negara atau para pengambil keputusan yang dapat berdampak pada orang lain maupun organisasi.
Dalam konteks hukum, Pasal 1 angka 14 UU No. 30 Tahun 2014 menyebutkan pejabat publik memiliki kewenangan untuk membuat keputusan yang berdampak pada hak atau kepentingan orang lain. Kewenangan ini perlu dikelola dengan penuh integritas.
Misalnya, ada seorang pejabat yang memiliki wewenang untuk menentukan pemenang tender. Pejabat ini bisa menghadapi risiko benturan kepentingan jika kepentingan pribadi atau hubungan dekat memengaruhi keputusannya.
3. Diduga atau Memiliki Kepentingan Pribadi
Konflik kepentingan sering muncul ketika seseorang diduga atau memiliki kepentingan pribadi maupun terkait orang dekat. Misalnya, keluarga, teman, atau rekan kerja. Kepentingan ini bisa berupa keuntungan finansial, status, atau hubungan sosial yang memengaruhi keputusan profesional.
Contohnya, pegawai negeri yang memberi proyek ke perusahaan keluarga. Bisa juga seorang manajer yang mempekerjakan teman dekatnya. Hal ini dapat menimbulkan keraguan soal objektivitas instansi.
4. Potensi Memengaruhi Keputusan
Unsur ketiga konflik kepentingan adalah potensi kepentingan pribadi memengaruhi keputusan profesional. Tidak selalu terjadi. Namun, risiko pengaruh ini perlu diwaspadai. UU No. 30 Tahun 2014 mewajibkan pejabat publik membuat keputusan objektif dan sesuai aturan. Hal ini agar potensi pengaruh pribadi dapat diminimalisasi.
Konflik kepentingan dapat bersifat nyata, potensial, atau persepsi. Konflik nyata terjadi saat kepentingan pribadi benar-benar memengaruhi keputusan. Sebagai contoh, seorang pejabat pemerintah memenangkan tender proyek perusahaan milik saudaranya.
Konflik potensial muncul jika ada kemungkinan pengaruh di masa depan. Misalnya, seorang pejabat pemerintah yang memiliki saham di perusahaan energi merancang regulasi energi. Sedangkan konflik persepsi terjadi ketika orang lain melihat risiko benturan walau keputusan tetap objektif.
Contoh lainnya, seorang manajer mempromosikan teman dekat atau kerabatnya untuk posisi strategis. Meski tidak melanggar aturan formal, hal ini bisa menimbulkan benturan karena orang lain menilai keputusan kurang objektif.
Konflik kepentingan juga memiliki risiko merugikan organisasi, lembaga, atau masyarakat. Jika tidak ditangani, maka konflik kepentingan ini bisa menimbulkan keputusan tidak objektif, penyalahgunaan wewenang, atau hilangnya kepercayaan publik.
Misalnya, ketika pegawai publik mendistribusikan bantuan sosial kepada orang yang memiliki hubungan pribadi. Bisa juga saat manajer pengadaan memilih supplier tertentu karena hubungan pribadi tanpa melihat kualitas barang. Situasi ini bisa menurunkan moral tim, merusak budaya kerja, dan menurunkan kepercayaan publik.