Motivasi Penyumbang Dana Pilkada
Penelitian KPK menyebutkan beberapa harapan para penyandang dana untuk calon kepala daerah yang mereka sokong. Di antaranya yang terbanyak adalah kemudahan perizinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan, kemudahan ikut serta dalam tender proyek pemerintah, keamanan dalam menjalankan bisnis, kemudahan akses agar donatur atau koleganya bisa menjabat di pemerintahan, kemudahan akses menyetir kebijakan atau peraturan daerah, dan mendapat prioritas bantuan langsung atau bantuan sosial dari APBD.
Motivasi penyumbang dana pilkada memang beragam, namun sama-sama berujung pada motif ekonomi. Pemberian dana pada pilkada bisa disebut sebagai modal usaha untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi. Dalam hal ini berlaku sirkuit akumulasi modal dengan formulasi M-P-M (Money-Power-More Money).
More Money dalam formulasi tersebut membutuhkan power atau kekuasaan. Tanpa kekuasaan, uang yang lebih besar tidak akan bisa diperoleh. Memegang tampuk kuasa bertujuan untuk mendapatkan modal lebih banyak untuk terus berkuasa, begitu terus menjadi sebuah siklus tak berkesudahan.
Lingkaran setan ini yang membuat KPK tak berhenti mencokok pada kepala daerah atau parlemen yang korupsi. Sejak berdirinya KPK pada 2003, tercatat ada lebih dari 300 anggota parlemen, lebih dari 20 gubernur, 140 bupati/walikota, dan 30 menteri yang ditangkap karena korupsi.
Diperlukan kesadaran bersama bahwa benturan kepentingan akan menjadi duri dalam daging bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK menyadari hal ini dan memulai rangkaian Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu 2022 yang diikuti oleh seluruh kader partai polisi di Indonesia.
Melalui PCB Terpadu 2022, para kader partai politik akan mendapatkan pendidikan antikorupsi yang menguatkan integritas, serta akan ditindaklanjuti menjadi rencana aksi. Harapannya, pemilu 2024 mendatang bersih dari korupsi.