Pasal 1 UU Nomor 2 Tahun 2011 menyebutkan, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sementara itu, terdapat lima fungsi partai politik di Indonesia berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 2/2008, antara lain:
- Sarana pendidikan politik bagi seluruh masyarakat Indonesia agar menjadi WNI yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia demi kesejahteraan masyarakat.
- Menyerap, menghimpun, dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
- Tempat WNI dapat berpartisipasi dalam politik.
- Merekrut untuk mengisi jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Jumlah parpol peserta pemilu yang beragam saat ini memberikan masyarakat kesempatan untuk memilih; mana parpol dan kader-kader politik yang memiliki visi, misi, serta program kerja sesuai dengan cita-cita pemilih. Selain itu, semakin banyaknya parpol juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin ikut berpartisipasi secara langsung dalam dunia politik.
Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan, fungsi partai politik di Indonesia tidak optimal memperjuangkan kepentingan rakyat. Justru, banyak kader partai politik terlibat kasus kriminal, bahkan terlibat korupsi setelah mendapatkan kursi jabatan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, KPK mendorong komitmen integritas serta kesadaran budaya antikorupsi untuk partai politik melalui program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu sejak 2022. Dalam program ini, seluruh partai politik yang terlibat dalam Pemilu 2024, termasuk parpol lokal Aceh mendeklarasikan diri untuk berkomitmen mewujudkan politik bersih dari korupsi.
SIPP sebagai dasar berpolitik
Partai politik buruk karena kadernya sering bermasalah. Yang terlihat saat ini di Indonesia, kebanyakan kader politik di Indonesia tersandung masalah korupsi. Bagaimana partai politik menjadi harapan rakyat jika sistem kaderisasinya tidak menciptakan pribadi-pribadi yang berintegritas. Survei Transparency International pada 2003, 2004, dan 2008 menyebutkan bahwa partai politik menempati posisi kedua setelah parlemen sebagai lembaga paling korup.
Dengan gambaran seperti, partai-partai politik sudah saatnya dan seharusnya berbenah diri. Salah satunya, menjadikan SIPP sebagai dasar aktivitas berpolitik.
SIPP atau Sistem Integritas Partai Politik merupakan salah satu langkah awal KPK dalam menyosialisasikan pengembangan sistem integritas dari internal partai politik.
SIPP merupakan seperangkat kebijakan yang dibangun oleh parpol dan disepakati secara kolektif sebagai standar integritas yang harus dipatuhi oleh semua kadernya. Implementasi SIPP diharapkan parpol dapat mencetak calon pemimpin berintegritas, meminimalkan risiko korupsi politik, dan penyalahgunaan kekuasaan. (Baca: Buku Saku Sistem Integritas Parpol)
Terdapat lima komponen internal dalam SIPP yang sangat penting diperhatikan oleh parpol, antara lain:
Kode etik
Terdapat tiga sistem yang terintegrasi satu sama lain, yaitu penegakan etik, perlindungan, dan standar etik. Penegakan etik adalah lembaga yang memiliki kewenangan independen untuk mengadili pelanggaran kode etik yang terjadi. Perlindungan yaitu perangkat yang mengatur mekanisme pelaporan kasus pelanggaran etik yang terjadi dan memastikan bahwa pelapor aman dan terlindungi.
Sementara standar etik merupakan dokumen kebijakan yang mengatur kode etik serta standar kelaziman. Standar etik inilah yang menjadi dasar apakah anggota parpol telah melakukan pelanggaran atau tidak.
Demokrasi internal parpol
Partai politik harus menerapkan sistem demokrasi dalam menjalankan aktivitasnya. Artinya, melibatkan seluruh anggota, kader, dan pengurus parpol dalam forum musyawarah yang mengagendakan penggantian kepengurusan secara berkala. Selain itu, partai politik harus bisa memastikan bahwa semua anggota memiliki peluang yang sama untuk menjadi calon pejabat publik. Dan, partai politik bisa memberikan kewenangan pada pengurus daerah untuk mengambil keputusan sendiri tanpa adanya intervensi pusat.
Kaderisasi
Untuk menciptakan kader partai politik yang berintegritas, partai politik harus menerapkan lima prinsip utama, yaitu:
- Inklusif. Memberi akses yang sama bagi seluruh anggota partai politik mengikuti setiap jenjang kaderisasi yang berlaku di partai
- Berjenjang. Kaderisasi harus dilakukan secara berjenjang, dari tingkat pratama, madya, hingga utama
- Berkala. Pelaksanaan kaderisasi dilakukan secara periodik
- Terukur. Jika terjadi keselarasan antara kurikulum yang diajarkan dengan output kader
- Berkelanjutan. Sistem kaderisasi dijadikan kegiatan rutin partai dan dirancang dengan metode tertentu.
Dalam proses menentukan kaderisasi, semua harus berjalan dengan transparan dan adil. Semua anggota kader mendapatkan hak dan kesempatan yang sama sesuai dengan tingkatannya. Tidak boleh ada kader yang terpilih karena adanya mahar politik. Jika hal ini terjadi, pasti akan menjadi cikal bakal terjadinya korupsi suatu saat nanti.
Rekrutmen
Proses rekrutmen dalam partai politik harus secara terbuka. Parameter utama yang dijadikan syarat adalah integritas, keahlian, kecakapan teknis, dan pengalaman berorganisasi. Tidak boleh ada rekrutmen yang terjadi karena faktor kedekatan atau kemampuan finansial.
Semua anggota partai politik berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama. Selain itu, setiap partai politik wajib memiliki basis data yang selalu diperbarui secara berkala berisikan jumlah anggota dan kader yang dimiliki.
Keuangan parpol
Dalam Undang-Undang Nomor 2/2011 disebutkan, partai politik wajib membuat laporan keuangan setahun sekali untuk dilakukan audit dan dilaporkan secara publik. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa aliran dana partai politik bersih dari kemungkinan adanya segelintir orang yang menjadi penyumbang dana—ini bisa berimbas ketergantungan partai pada pihak tersebut.
Oleh karenanya, penerapan SIPP pada partai politik akan memberikan dampak positif. Partai politik akan menjadi bersih dari perilaku koruptif, semua kader mendapat kesempatan yang sama, kader-kadernya memiliki jejak rekam baik, dan menularkan budaya politik yang baik ke masyarakat. Dengan begitu, fungsi partai politik di Indonesia bisa berjalan dengan optimal.[]