Hilangnya Unsur Keadilan karena Perdagangan Pengaruh
Wuryono menilai perdagangan pengaruh adalah pelanggaran etik dari jabatan penyelenggara negara dan erat kaitannya dengan benturan kepentingan atau conflict of interest. Para penyelenggara negara tersangka korupsi biasanya memiliki kedekatan dengan pelaku perdagangan pengaruh, seperti kawan, keluarga, atau kolega satu organisasi.
Hal ini menyebabkan hilangnya unsur keadilan (fairness) dalam pembuatan keputusan, misalnya dalam kasus pengadaan barang dan jasa. "Tidak ada equal treatment kepada semua pihak," kata Wuryono.
Untuk menghilangkan praktik ini, pejabat publik mesti transparan dan harus menyatakan secara terbuka jika ada potensi benturan kepentingan. Idealnya memang, kata Wuryono, instansi pemerintah secara periodik mewajibkan pegawainya melakukan deklarasi benturan kepentingan tersebut.
"Boleh saja ada hubungan dengan penyedia jasa, namun harus declare dan tidak ikut campur dalam proses tender. Benturan kepentingan bisa dikurangi dengan akuntabilitas, transparansi dan prinsip fairness," ujar Wuryono.
Selain deklarasi kepentingan sebagai mekanisme kontrol, perdagangan pengaruh dapat dicegah dengan meningkatkan integritas dalam diri penyelenggara negara. Karena sejatinya, kejahatan ini tidak bisa diatasi hanya dengan pencegahan saja, melainkan perlunya kesadaran dalam diri bahwa korupsi adalah tindakan tercela dan melanggar hukum.
Ada sembilan nilai integritas yang mesti dimiliki oleh penyelenggara negara atau masyarakat secara umum. Kesembilan nilai tersebut adalah jujur, mandiri, bertanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil dan kerja keras, atau yang disingkat “Jumat Bersepeda KK”. Dengan menegakkan integritas, bukan tidak mungkin Indonesia akan bebas dari korupsi di masa depan.