Benturan kepentingan acap kali mewarnai berbagai kasus pidana korupsi di Indonesia. Namun, adanya benturan kepentingan tidak serta merta masuk dalam ranah tindak pidana korupsi. Lantas seperti apa benturan kepentingan yang bisa dipidanakan?
Dian Rachmawati, Kepala Satuan Tugas Sosialisasi dan Kampanye KPK, memberikan penjelasannya kepada ACLC pekan ini. Dian mengatakan, jika korupsi terjadi maka sudah tentu terjadi pelanggaran etika dan benturan kepentingan di dalamnya. Namun, ketika benturan kepentingan terjadi, belum tentu masuk ke ranah pidana korupsi.
Benturan Kepentingan adalah situasi ketika penyelenggara negara memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan lainnya yang memengaruhi atau terlihat memengaruhi kinerja profesional yang seharusnya objektif dan imparsial. Dalam definisi ini, seharusnya penyelenggara negara tidak bias dalam mengambil keputusan, melakukan pekerjaannya secara utuh untuk masyarakat tanpa terbagi atau dipengaruhi kepentingan lainnya.
Ada ranah abu-abu atau kebingungan ketika kita dihadapkan dengan benturan kepentingan. Boleh atau tidak, benar atau tidak, etis atau tidak? Bisa jadi secara aturan atau prosedural tidak ada yang dilanggar, termasuk dari sisi tindak pidana korupsi, namun secara etika benturan kepentingan dianggap tidak lazim.
"Benturan kepentingan seringkali dipandang dari sudut pandang etis atau tidak etis. Misalnya hubungan pertemanan atau kekeluargaan dalam bekerja. Kedekatan itu dikhawatirkan memunculkan favoritisme, misalkan mitra tersebut mendapat informasi lebih awal, lebih lengkap, istilah kekiniannya info ordal (orang dalam)," kata Dian.