Usai Pelatihan, ASN DPMPTSP Papua Berkomitmen Tolak Keras Gratifikasi

AKSI / USAI PELATIHAN, ASN DPMPTSP PAPUA BERKOMITMEN TOLAK KERAS GRATIFIKASI

22 JULI 2022

Pelatihan Perizinan Berintegritas di Papua memberikan kesan yang mendalam bagi para pesertanya. Berbagai materi tentang tindak pidana korupsi yang disampaikan tidak hanya memberi pengetahuan baru, namun juga telah membuka mata para peserta tentang hal-hal salah yang selama ini dilakukan. Tolak keras gratifikasi dan suap kini telah menjadi komitmen mereka.

"Ketika kita memakai baju ASN, apapun pemberiannya dari pihak lain, maka itu adalah gratifikasi," kata seorang peserta, Victor sikoway, tentang wawasan baru yang didapatnya.

"Ternyata selama ini kami salah. Pelatihan ini mengubah mindset kami, itu yang paling berkesan," lanjut ASN dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua ini.

Sebanyak 32 ASN DPMPTSP mengikuti pelatihan yang berlangsung sejak Senin (18/7) hingga Kamis (21/7) ini. Materi yang dihadirkan mulai dari soal gratifikasi, undang-undang tindak pidana korupsi, hingga dampak sosial korupsi.

Para peserta menilai pelatihan ini sangat penting bagi mereka yang bergerak di sektor perizinan di Papua. Pasalnya, ranah ini rawan sekali dengan korupsi, terutama gratifikasi, karena berhubungan langsung dengan para pengusaha.

Sebagian dari mereka menganggap bahwa apa yang selama ini dilakukan adalah hal biasa, tapi ternyata itu gratifikasi yang terlarang oleh undang-undang.

"Kami pikir itu bukan gratifikasi, sering kami buat juga. Setelah kami ikuti kegiatan ini, ternyata kami sudah salah. Kami tidak akan berbuat seperti itu lagi," ujar Margaretha manufandu, ASN DPMPTSP Kabupaten Keerom, Papua.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Anriani Safar, peserta dari Jayapura. Dia mengatakan bahwa selama ini "pemberian hadiah" oleh pelakh usaha akrab sekali dengan pekerjaan mereka. Setelah tahu hukumnya, Anriani berkomitmen untuk tidak lagi menerimanya.

"Sebenarnya dari dulu saya yakin gratifikasi itu tidak halal dibawa untuk keluarga. Masalahnya, itu sudah menjadi kebiasaan, yang ternyata salah. Usai dari pelatihan ini, saya akan mengubah itu semua," kata Anriani.

Pelatihan ini diadakan berkat kerja sama antara Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi (ACLC KPK) dan GIZ CPFS, pelaksana program kerja sama Indonesia-Jerman. Ini kali pertama pelatihan seperti ini digelar di tanah Papua. Sebelumnya pekan lalu, Pelatihan Perizinan Berintegritas juga diadakan untuk para ASN DPMPTSP di Sorong, Papua Barat.

Pelatihan ini menghadirkan berbagai narasumber ahli, di antaranya Sugiarto, Fungsional Utama Dit. Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, dan Budhi Sarumpaet, Jaksa Penuntut Umum KPK, yang membawakan materi-materi mengenai tindak pidana korupsi dan gratifikasi.

Narasumber lainnya adalah Rimawan Pradiptyo, Pengajar Fakultas Ekonomi UGM, dengan materi biaya sosial korupsi; dan Abdon Nababan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara bersama dengan DR Maran Gultom, Pengajar Universitas Cendrawasih, yang membahas materi persetujuan di awal tanpa paksaan (FPIC). Turut hadir dalam kegiatan tersebut advisor GIZ CPFS, Metta Yanti. Sepekan sebelumnya, pelatihan serupa juga digelar di Sorong, Papua barat.

"Pelatihan ini sangat penting untuk kami sebagai ASN, khususnya di bidang perizinan. Setelah mengikuti kegiatan ini, kami memahami apa itu gratifikasi dan rambu-rambu yang tidak boleh dilewati," ujar Mariana Manansal, ASN DPMPTSP dari Kabupaten Sarmi, Papua.

Komitmen Rencana Aksi

Master of Training dari ACLC KPK, Any Susanti, mengaku puas dengan hasil yang diperoleh dari pelatihan kepada para peserta. Dia mengatakan pelatihan berjalan dengan sangat interaktif antara peserta dengan narasumber. Selain itu, Any juga gembira karena peserta telah menyatakan komitmennya yang tinggi untuk menolak keras praktik gratifikasi.

"Dari rencana aksi yang dituliskan, terlihat ada komitmen untuk perbaikan diri dan menolak praktik gratifikasi yang sebelumnya tidak diketahui," ujar Any.

Peserta, Boas Wakur, dalam rencana aksinya menyatakan akan segera membagikan pengetahuan ini kepada rekan-rekan kerjanya di kantor, termasuk para pimpinan.

"Kami akan jalankan pengetahuan yang telah diberikan. Gratifikasi harus kita tolak dari sekarang," kata Boas.

Hal yang sama akan dilakukan Mariana Manansal. Dia akan mengumpulkan para stafnya untuk menularkan wawasan baru ini. Materi-materi yang telah didapat juga akan diperbanyak untuk dibagikan di kantornya.

"Saya akan melakukan kegiatan seperti ini (pelatihan) dalam skala kecil. Saya akan tularkan ke staf yang lain agar bisa sama-sama bisa berani menolak suap," ujar Mariana.

Tidak berhenti sampai di situ, sebagian peserta juga menyatakan keinginan bergabung dalam upaya pemberantasan korupsi di Papua dengan menjadi Penyuluh Antikorupsi (Paksi). Dengan menjadi Paksi, keahlian antikorupsi mereka dapat tersertifikasi untuk semakin memperluas gerakan pemberantasan korupsi, tidak hanya di kantor DPMPTSP, tapi juga ke seluruh lapisan masyarakat di Papua.

Di saat bersamaan, digelar juga Pelatihan Penyuluh Antikorupsi (Pelopor) dan sertifikasi Paksi untuk pertama kalinya di Provinsi Papua.

"Saya memiliki hasrat untuk menjadi Paksi. Sekarang kita tahu apa yang dulu kita lakukan itu salah, dan saya ingin menyuluh soal itu," kata Victor.