Lika-liku kehidupan telah menempa mental kemandiriannya. Asep pun merantau ke Musirawas pada 2015, menikah, dan mengabdikan diri sebagai guru.
Belasan tahun hidup di dunia pendidikan juga memberinya barang sedikit pengalaman tentang seluk-beluk ekosistem sekolah. Oleh karenanya, berkat dorongan istri, ia memberanikan diri mendirikan taman kanak-kanak yang berawal dari les baca-tulis dan mengaji Al Quran.
Awalnya belum terpikir untuk mem-branding Al Ahkam sebagai sekolah antikorupsi. Namun, sejak ia menjadi penyuluh antikorupsi, barulah terpikirkan mendesain pembelajaran TK dengan materi antikorupsi. Inilah yang menjadi pembeda Al Ahkam dengan sekolah lainnya.
“Saya pikir-pikir kan saya ini seorang guru. Kalau hanya menyuluh ke guru, ya hanya mereka yang bisa menerapkan [nilai-nilai antikorupsi, red]. Jadi, tujuan awalnya [mendirikan Al Ahkam] memberikan penyuluhan antikorupsi melalui lembaga resmi,” tuturnya.
Perjuangan membangun Al Ahkam, meminjam istilah Asep, “agak unik”. Saat mengajukan perizinan, ia merasakan proses yang begitu cepat. Ini sesuatu yang agak aneh karena daerahnya terkenal sebagai “zona merah” soal perizinan.
“Waktu mengajukan izin, saya mencantumkan pendidikan antikorupsi sebagai kurikulum,” katanya. Hanya butuh waktu 15 hari perizinan itu selesai. Ia mengaku terheran-heran karena—umumnya—proses seperti itu bisa berbulan-bulan. Mungkin karena saya penyuluh antikorupsi ya, ujarnya tertawa.
**
Di tahun pertama berjalan, Al Ahkam yang berdiri pada 28 Juni 2023 memiliki sebanyak 12 anak didik. Kini, jumlah mereka mencapai 20 anak didik. Jumlah guru yang tadinya tiga orang, sekarang lima orang yang hampir seluruhnya tamatan pendidikan sarjana. “Satu guru sedang kuliah,” ucap Asep.
Ia membangun tiga ruangan kelas yang bersambung dengan rumah pribadinya “Awal-awal [ruangan] masih batu bata merah, belum saya semen. Anak-anak duduk pakai kloso (tikar) di lantai selama tiga bulan,” kata Asep.
Dari luar, bangunan itu memang tak diberi ornamen layaknya taman kanak-kanak yang penuh ceria. Namun, saat memasuki ruangan, barulah beberapa gambar dan karakter anak kecil tertempel di dinding.
Setiap harinya, anak-anak belajar sejak pukul 07.30 hingga pukul 11.00. Sejak awal baik guru dan anak-anak telah diajarkan nilai-nilai antikorupsi seperti yang dikenalkan KPK lewat “Jumat Bersepeda KK” – jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras.
Untuk melatih kedisiplinan, Asep memiliki cara tersendiri. Tiba di sekolah, anak-anak membuka sepatu dan menaruhnya di rak sederhana di teras. Mereka selanjutnya mengambil kartu foto diri di papan tulis, lalu menaruhnya di kolom kehadiran. Di papan tulis telah terbagi dua kolom: tepat waktu dan terlambat. “Dan, ustazah (guru) hanya memastikan, misalnya, ‘Mbak Anin telat, ya’. Jadi, mereka langsung tahu,” kata Asep.
Adapun presensi para guru, metodenya dengan menempelkan potongan kertas khusus. Jika hadir tepat waktu, guru memilih potongan kertas warna hijau, lalu ditempelkan di kolom tanggal/hari. Adapun jika terlambat, dipilih warna kuning, kemudian warna merah untuk absen, dan cokelat saat dinas luar.
Sebelum memasuki ruang kelas, anak-anak berbaris rapi. Momen itu dimanfaatkan untuk menyanyi lagu kebangsaan, lagu anak-anak atau lainnya. Selanjutnya, guru memberikan pertanyaan kepada mereka. Misal, “Adakah yang bisa memberikan contoh sikap tanggung jawab?” tanya guru.
“Literasi pagi”, begitulah kegiatan yang dikenalkan Al Ahkam. Menurut Asep, anak-anak harus diajak untuk memahami dengan cara mudah dan bisa mempraktikkannya di kehidupan sehari-hari.
Eri Sulitiyanti, salah satu guru Al Ahkam, mengatakan, setiap pembelajaran yang dilakukan tentunya memiliki harapan yang lebih baik ke depan bagi anak-anak. Melihat fenomena kriminalitas di masyarakat, menurutnya, anak-anak harus dibekali nilai-nilai antikorupsi sejak dini.
Di sisi lain, pendidikan antikorupsi ini juga mengajarkan dirinya sebagai seorang pendidik untuk bisa menjaga diri sebagai teladan baik bagi anak-anak. “Masyaallah, setelah lebih dalam mempelajari sekolah antikorupsi, semakin semangat menerapkannya. Alhamdulillah dampaknya sangat luar biasa bagi kami,” ujar Eri.
Adapun Annafiddatul Hamidah, guru lain, juga merasakan hal yang sama dengan Eri. Ia melihat anak-anak didiknya telah terbiasa dengan kemandirian dan kedisplinan diri. Seperti membuka dan memakai sepatu tanpa bantuan, membereskan mainan dan alat shalat tanpa disuruh. Mereka juga disiplin untuk datang tepat waktu, kata Hamidah.
Eri dan Hamidah adalah guru yang dibawa serta Asep ikut dalam pembekalan ACA di KPK. Eri mengaku sungguh beruntung karena mendapatkan banyak materi pendidikan antikorupsi selama mengikuti ACA.
Materi yang didapat, di antaranya nilai-nilai antikorupsi, cara mengelola gratifikasi, dan dimensi implementasi PAK (dimensi karakter, ekosistem, dan tata kelola), pengelolaan dana BOS, serta rencana tindak lanjut.
“Selama di ACA kami mendapatkan afirmasi bahwasanya menjadi seorang pendidik berarti kita sedang ‘berbisnis’ dengan Allah subhanahu wata’ala. Artinya ikhlaskan hati atas apa yang kita berikan dan sampaikan kepada anak-anak,” kata Eri.
Untuk itu, sebagai tenaga pendidik, ia menambahkan, harus lebih fokus pada tujuan mendidik anak-anak menjadi, “Generasi yang lebih baik, yaitu generasi antikorupsi,” ucapnya.