**
Dari jauh sekolah itu terlihat berbeda; beratap spandek bercat biru, bangunan itu tampak lebih penuh warna dibandingkan bangunan di sekitarnya. Dinding luar dihiasi gambar warna-warni, dibumbuhi pula karakter anak kecil.
Seragam kuning-hijau yang dikenakan anak-anak menambah suasana segar ketika memasuki halaman yang resik.
Dalam kelas, mereka duduk bersama-sama di atas lantai tanpa bangku. Di situlah mereka belajar, bermain, dan praktik salat. Anak-anak belajar mulai pukul 08.00 hingga 11.00, dari Senin hingga Sabtu.
Raudhatul Amin berdiri pada 2019. Jumlah siswanya bertambah dari waktu ke waktu. Saat ini jumlah siswa sebanyak 33 siswa yang terbagi dalam kelas A dan B.
Namun, di saat jumlah siswa yang makin bertambah, sekolah ini dihadapkan dengan keterbatasan jumlah guru juga kesejahteraannya. Latar pendidikan mereka, ada yang telah menyelesaikan Sarjana S1, tapi ada yang baru lulusan SMA.
Dari segi honor, sebagai kepala sekolah, Aulia menerima sebesar Rp22.500 per hari. Adapun guru lama sebesar Rp20 ribu, guru baru Rp15 ribu, dan operator sekolah Rp15 ribu. Rata-rata guru menerima honor antara Rp300-450 ribu per bulan yang diambil dari uang SPP.
“Ya memang jauh dari cukup, tapi saya syukuri,” kata Aulia.
Sekarang, yayasan memberikan keleluasaan baginya untuk mengelola honor. Kesepakatan dibuat: jika harus meninggalkan sekolah sebelum jam sekolah selesai, maka honor dipotong 50 persen.
Jadi, lanjutnya, ia bisa memberikan uang lebih kepada guru yang mengampu hari itu. “Karena ditinggal satu guru, itu benar-benar menguras energi, kasihan mereka...,” ujar Aulia.
Selain mengandalkan SPP, mereka bersyukur menerima bantuan operasional pendidikan (BOP) Kemenag yang terasa sebagai “penyelamat”. Besarannya dihitung dari jumlah siswa.
Tahun ini total bantuan sebesar Rp11,4 juta berdasarkan jumlah siswa per semester II/2023 yaitu 19 anak dan diterima Rp5,7 juta per semester. Dari bantuan itulah, kata Aulia, sekolah bisa “mencukupi” honor guru. Setidaknya, ia bisa mengalokasikan separuh dari Rp5,7 juta untuk menambah honor guru dan sisanya operasional sekolah.
Situasi itu memang dirasa cukup rumit, baik bagi Aulia yang masih lajang maupun rekan lain yang sudah berkeluarga. Makanya, selain bertanggung jawab di Raudhatul Amin, ia juga berperan lain demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keputusan ini diambil bukan semata-mata demi ekonomi, tapi ada mimpi yang ingin ia kejar. Ia ingin mengimplementasikan pendidikan S-1-nya.
Usai mengajar di TK, selepas duhur, Aulia berangkat ke SMA PGRI. Sejak tahun ini, ia mengajar Geografi dan Sejarah untuk kelas 10 hingga kelas 12. Ia punya kewajiban 20 jam pelajaran sepekan, dari Senin–Kamis. Dari tambahan tersebut ia menerima honor sebesar Rp5.000 per jam.