FENOMENA "flexing" di media sosial semakin marak di era digital yang serbacepat, di mana banyak orang berusaha menonjolkan kekayaan, keterampilan, atau prestasi mereka.
Hal itu menjadi topik utama dalam INSIGHT Talks #4 bertema "Awas Kecebur Exposure" pada Jumat (23 Agustus 2024) dan disaksikan oleh lebih dari 470 #KawanAksi.
Acara yang dipandu oleh Lopez Brothers—Jovial dan Andovi da Lopez—tersebut menghadirkan Praz Teguh, podcaster, dan komika, serta Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Amir Arief.
Bincang-bincang daring itu menyoroti bagaimana dorongan untuk mendapatkan pengakuan seringkali memicu perilaku flexing, pada dasarnya adalah upaya menunjukkan pencapaian atau kemewahan kepada dunia.
Praz Teguh, berkarier sebagai komika sejak 2011, mengatakan, flexing dalam dirinya lebih sering muncul dalam bentuk unjuk keterampilan, seperti breakdance atau bermain gitar, ketimbang memamerkan kekayaan materi.
Namun, ia juga menyadari pentingnya nasihat orangtuanya untuk tidak berlebihan dalam memamerkan apapun. “Orangtua Praz pernah menasihati untuk tidak memamerkan, karena tidak setiap mata melihat itu baik,” ujar Praz dalam acara tersebut.
Amir Arief menambahkan banyak orang melakukan flexing sebenarnya sedang mencari validasi dari orang lain. “Orang yang flexing pasti butuh validasi. Kalau dia tidak mendapat pengakuan, mungkin dia merasa minder atau rendah diri,” jelasnya.
Hal itu, menurutnya, menunjukkan, fenomena flexing tidak hanya terjadi di dunia kreator konten tetapi juga meluas ke berbagai lapisan masyarakat yang semakin terikat pada pengakuan eksternal.
BACA:
Pengaruhi kesehatan mental
Dampak ketergantungan pada validasi tersebut bisa sangat signifikan, terutama bagi kesehatan mental. Para kreator konten yang terlalu fokus pada pujian audiensnya bisa merasa tertekan untuk terus mencari cara baru dalam mempertahankan perhatian tersebut.
Akibatnya, mereka bisa mengalami kelelahan mental, kecemasan, dan bahkan perasaan tidak berharga ketika perhatian mulai memudar. Selain itu, mereka yang terlalu terfokus pada pengakuan eksternal mungkin mengorbankan nilai-nilai pribadi dan kehilangan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional.
Fokus pada nilai tambah
Dalam menghadapi jebakan flexing, kesadaran diri dan refleksi menjadi kunci. Kreator konten perlu mengenali dorongan untuk flexing dan menyadari bahwa pengakuan eksternal bukanlah satu-satunya ukuran kesuksesan. Sebaliknya, mereka dapat fokus pada menciptakan konten yang memberikan nilai tambah dan inspirasi kepada audiens dengan cara yang bijaksana dan tetap rendah hati.
Integritas adalah investasi jangka panjang yang lebih berharga daripada pujian sesaat, dan menjaga keseimbangan antara menunjukkan pencapaian dan tetap rendah hati akan membantu kreator konten membangun hubungan yang lebih autentik dan berkelanjutan dengan audiens mereka.
Meski media sosial penuh dengan godaan untuk flexing, kreator konten memiliki pilihan untuk menempatkan integritas di atas validasi sementara.
Dengan fokus pada nilai yang lebih mendalam dan autentik, mereka dapat menciptakan konten yang tidak hanya menarik bagi audiens, tetapi juga memperkuat integritas mereka sebagai individu dan profesional. [ai/*]