SUATU kali anak-anak M. Natsir kegirangan. Ayah mereka, yang menjabat sebagai anggota parlemen kala itu, bakal diberi hadiah mobil.
Datang ke rumahnya di Jalan H.O.S Cokroaminoto (dulu, Jalan Jawa 28), Menteng, Jakarta, seorang tamu dari Medan.
Sang tamu pengin memberi Natsir sebuah mobil Chevrolet Impala, mobil sedan besar buatan Amerika Serikat.
Di masa 1956-an, mobil itu sudah terlihat wah. Namun, impian Sitti Muchliesah (Lies), anak pertama Natsir bersama adik-adiknya, buyar.
BACA:
Perdana Menteri Indonesia era 1950-1951 itu menolak hadiah itu dan tetap memakai mobil DeSoto yang kusam.
Apa kata Natsir kepada anak-anaknya, “Mobil itu bukan hak kita. Lagi pula yang ada masih cukup,” ujar Lies dalam wawancara dengan TEMPO edisi “100 Tahun Mohammad Natsir 1908-2008” (2008) menirukan kata-kata ayahnya itu.
Kepada anak-anak, yang selalu diingat Lies dan adik-adiknya, Natsir dan Nur Nahar, istrinya, selalu mewanti-wanti, “Cukupkan yang ada. Jangan cari yang tiada. Pandai-pandailah mensyukuri nikmat.”
Baik di keluarga maupun organisasi, lelaki kelahiran 17 Juli 1908 di Alahan Panjang, Solok, Sumatera Barat itu tak pernah berbeda.
Natsir selalu tampil bersahaja. Sebagai pendidik, ia menjadikan pribadinya sebagai contoh. Dia bukanlah orang yang bergelimang harta meski telah menjadi perdana menteri.
Kisah di atas menunjukkan Natsir sangat menjaga diri dan keluarga dari segala macam gratifikasi.
Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK mewanti-wanti agar penyelenggara negara/pegawai negeri atau pejabat publik untuk menghindari berbagai macam gratifikasi.
Berikut ini lima hal yang perlu dipahami oleh #KawanAksi soal gratifikasi:
1. Gratifikasi itu korupsi bukan, sih?
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi merupakan salah satu bentuk korupsi, selain kerugian keuangan negara, suap-menyuap, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, dan benturan kepentingan dalam pengadaan.
2. Apakah gratifikasi ini perlu bukti penerimaan?
Praktik gratifikasi ilegal biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi untuk menutupi aksi tersebut, sehingga bukti penerimaan sengaja tidak diberikan atau gratifikasi tersebut diberikan melalui perantara orang kepercayaan (makelar) agar tidak diketahui orang lain.
Meskipun begitu, terkadang gratifikasi terlarang disusupkan pada kegiatan adat, sosial, maupun agama. Sebagai contoh, pesta perkawinan, sumbangan musibah, dan hadiah ulang tahun.
3. Jika sudah menerima, tapi tak melaporkan ke KPK, berapa lama sebetulnya kedaluwarsa kasus gratifikasi?
Bukan masa kedaluwarsa, tetapi jangka waktu pelaporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.
Jika tidak dilaporkan dalam kurun waktu tersebut, penerima gratifikasi yang tidak menaati ketentuan tersebut diancam dengan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar, serta pidana penjara sedikitnya 4 tahun dan paling lama 20 tahun atau seumur hidup.
4. Sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara atau pejabat publik, rentan sekali menerima gratifikasi. Celah-celah yang bisa disusupi seperti apa, sih?
Celah-celah terjadinya praktik gratifikasi bisa ditemukan dalam hubungan pekerjaan dan hubungan sosial pegawai megeri atau penyelenggara negara, misalnya:
- Uang terima kasih dari masyarakat ke petugas pelayanan publik;
- Hadiah dari peserta/ pemenang tender dalam pengadaan barang dan jasa;
- Sumbangan kedukaan dengan nominal yang tak wajar dari pihak yang memiliki konflik kepentingan;
- Uang, barang atau oleh-oleh yang diterima dari auditee dalam kegiatan audit.
- Hadiah yang diterima oleh keluarga/kerabat pegawai negeri/pegawai negeri sipil dari pihak yang berkonflik kepentingan. Dalam hal ini, Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik pernah menangani laporan gratifikasi dari seorang pegawai kementerian. Anaknya mendapat sepeda dari iparnya yang merupakan seorang pengusaha yang sedang mengerjakan proyek di kantornya.
5. Apa yang harus dilakukan jika pejabat atau pegawai negeri menerima gratifikasi? Adakah platform yang bisa dijangkau publik?
Mereka wajib melaporkan penerimaan gratifikasinya ke KPK paling lambat 30 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi.
- Laporan dapat disampaikan melalui aplikasi GOL KPK atau melalui laman gol.kpk.go.id.
- WA konsultasi pelaporan gratifikasi pada nomor 0811-145-575.
- Belajar tentang gratifikasi dan pencegahan korupsi melalui media sosial IG dan TikTok @literasigratifikasi dan @jaga.id. []