Menghayati ajaran agama
Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemenag Faisal Ali Hasyim menegaskan bahwa sebagai institusi yang membawa nama “agama” seharusnya orang-orang di dalamnya mencerminkan perilaku yang berintegritas.
“Kalau kita ini benar-benar menghayati nilai agama, seharusnya enggak perlu ada pelatihan semacam ini,” ujar Faisal.
“Kita tidak perlu inspektorat, tidak perlu irjen. Cukup mengamalkan ajaran agama, seseorang sudah bisa berintegritas.”
Kalimat ini terdengar idealis, bahkan utopis. Namun, faktanya, tekanan dunia nyata sering kali kalah daripada prinsip moral yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para pejabat di kementerian tersebut.
Kemenag, katanya, justru menjadi sorotan dalam beberapa kasus korupsi yang memalukan, seperti korupsi pengadaan Al-Quran dan pengelolaan dana haji.
Maka, pelatihan integritas PRESTASI tersebut, menurutnya, dianggap penting bukan hanya sebagai program peningkatan kompetensi, tetapi juga upaya untuk mengatasi dilema moral yang terus menghantui.
Di hadapannya, peserta mendengarkan dalam diam.
Ia juga menekankan beberapa amanat dari Menteri Agama, antara lain (a) sistem pengendalian internal yang efektif agar tidak ada praktik transaksional dalam layanan kepegawaian, (b) pastikan program prioritas menteri berkalan efektif, (c) mendorong fungsi early warning system berjalan lebih baik, (d) proses pengadaan barang dan jasa berjalan secara transparan dan akuntabel, dan (e) memastikan layanan publik cepat, mudah dan tidak ada praktik pungli.
Faisal menyadari bahwa meski telah dibangun sistem yang dirancang untuk mencegah korupsi, “Tekanan itu ada, bisa dari dalam, bisa dari luar,” kata Faisal tanpa basa-basi. “Kadang kita merasa tidak ada pilihan.”
Dari situlah, banyak pejabat yang tergoda dan melanggar batas rambu-rambu karena adanya sebuah peluang.
Salah satu solusi mencegah korupsi atau pungli di sektor pelayanan publik ialah menciptakan layanan berbasis elektronik. Contoh, pengajuan izin belajar, yang sebelumnya dilakukan dengan pertemuan langsung, kini sudah beralih ke basis aplikasi digital. Langkah ini bukan hanya mempermudah proses, tetapi juga mengurangi peluang untuk terjadinya korupsi.
“Supaya enggak ada lagi minta-minta uang,” katanya. “Karena minta uangnya bukan ke rektor, tapi ke mahasiswa yang berangkat ke luar negeri.”
Digitalisasi menjadi bagian dari upaya transparansi yang lebih luas. Namun, digitalisasi saja tidak cukup jika tidak didukung oleh semangat integritas yang kuat di setiap level birokrasi.
Menurutnya, ada harapan besar dari masyarakat bahwa kementeriannya menjadi contoh, menjadi model bagaimana sebuah institusi yang mengemban nama agama harus bersih dari korupsi.
Diakuinya, menjalankan amanah tersebut tidaklah mudah. “Terus terang, dua tahun ini menjadi irjen, kalau tidak ada dukungan dari menteri yang luar biasa, saya enggak mungkin kuat melakukannya,” tuturnya. Beragam tekanan membuat para pejabat merasa terjebak dalam dilema integritas yang sulit.
Namun, “Kita harus menjadi kementerian yang bersih dari KKN,” Faisal menegaskan. []