AKSI / DETEKSI KEBOHONGAN DAN KORUPSI MELALUI "KONTES KEBOHONGAN" DI KAMPUNG PELANGI
Berbohong, tidak usah diperdebatkan lagi, adalah perbuatan tercela, selalu dianjurkan untuk dihindari. Selain tabiat buruk, berbohong bisa merugikan orang lain. Lantas, kenapa para Penyuluh Antikorupsi (Paksi) malah terlibat dalam acara "Kontes Berbohong"? Acara apa pula itu?
Kontes bernama "kontroversial" ini diadakan pada Sabtu hingga Minggu, 26-27 November 2022 lalu di Kampung Pelangi, Desa Mulyosari, Tulungagung, Jawa Timur. Iin Purwanti, Paksi Jatim yang terlibat dalam kegiatan tersebut, mengaku rela jauh-jauh datang untuk memperkenalkan tentang kebohongan.
"Dari Jombang tempat saya itu 87 kilometer, tiga kali ganti bus. Kampungnya di tengah hutan, acaranya sore, hujan pula. Tapi lelah itu semua terbayar setelah tiba di lokasi," kata Iin dalam perbincangan dengan ACLC.
Iin menjelaskan bahwa "Kontes Kebohongan" adalah sebuah acara diskusi, rembuk, dan pentas teatrikal yang digagas untuk mengajarkan tentang kejujuran. Dalam kegiatan itu, para Paksi memberikan penyuluhan antikorupsi kepada para mahasiswa dan warga desa.
"Kegiatan ini menyasar ibu-ibu. Yang datang termuda berusia 25 tahun, tertua 74 tahun, mereka sangat antusias, ada yang datang sambil menggendong anak," kata Iin.
Tentu saja akan sangat membosankan jika penyuluhan disampaikan dalam bentuk seminar. Karena itu, Iin dan tim Paksi Jawa Timur menyajikannya dalam bentuk permainan deteksi kebohongan. Kata-kata baik yang diucapkan Iin harus ditanggapi dengan tangan menyilang. Sementara kata-kata buruk harus dikasih jempol. Terdengar mudah, namun kadang bikin terkecoh, tidak sedikit yang angkat jempol ketika mendengar kata baik atau sebaliknya.
Dari gestur ini, kata Iin, bisa disimpulkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki naluri untuk berbuat baik. "Justru berbuat tidak baik itu sulit loh. Di samping itu, baik dan benar harus diucapkan. Kita harus menyuarakan kebaikan tersebut," kata Iin.
Selain Iin, hadir juga para Paksi dari perwakilan forum JatimPAK, yaitu Susilo dari Tulungagung dan Agung Pribadi dari Kediri. Hadir juga sebagai fasilitator Paksi Bambang Winandar.
Mengapa Kontes Berbohong?
Kontes Berbohong adalah program yang digagas oleh Tilik Sarira Creative Process. Bekerja sama dengan Paksi dan Indonesian Corruption Watch (ICW), Tilik Sarira menghadirkan pengajaran kejujuran dengan cara teatrikal nan unik.
Dalam permainan Siasat Sesat misalnya, warga desa dikumpulkan untuk berbohong. Ternyata, tidak semua orang bisa berbohong. "Disuruh berbohong malah bingung," kata seorang warga, dikutip dari Instagram Tilik Sarira.
Dari permainan tersebut, disimpulkan bahwa Kebohongan yang disadari dan disengaja nampaknya lebih sulit ketimbang yang tidak disadari. Setelahnya dilakukan refleksi mengenai kebohongan dan kejujuran, bahwa warga bisa belajar bagaimana kebohongan dapat diterima dan rasanya menjadi orang jahat karena telah membohongi orang banyak.
"Peristiwa seni tersebut dijadikan sebagai ruang autokritik dan analisis kritis terhadap sifat bohong yang ada dalam diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar," ujar Tilik Sarira dalam pernyataan persnya.
Paksi Bambang Winandar yang juga menjadi penasihat kegiatan tersebut mengatakan Kontes Berbohong memberikan warga desa persepsi yang benar mengenai kebohongan. Harapannya, mereka dapat memahami nilai-nilai integritas sehingga dapat mendeteksi korupsi di sekitarnya.
"Kami sedang meninggalkan bibit-bibit kebaikan di desa ini, yang nantinya mesti disirami agar terus tumbuh," kata Bambang.
Iin mengaku konsep yang diangkat Tilik Sarira dalam kegiatan ini sangat menarik. Pengajaran antikorupsi dan integritas disampaikan dengan cara-cara kreatif dan penampilan seni yang tidak membosankan. "Bagus sekali konsepnya dan direncanakan dengan matang. Saya salut sekali, banyak sekali model kreativitas yang ditampilkan. Keren," kata Iin.
Mengapa Harus ke Desa?
Tilik Sarira mengatakan program mereka menyasar masyarakat desa karena sistem edukasi dan pengawasan di perdesaan tidak tersentralisasi. Tindakan koruptif di desa kerap dinormalisasi karena ketidaktahuan masyarakatnya, walau dalam skala kecil.
"Desa menjadi wilayah yang berpotensi menjamurnya para koruptor dan tindakan koruptif secara kolektif, hal ini membuat masyarakat menyepelekan korupsi karena
masih tergolong korupsi kelas teri," ujar pernyataan Tilik Sarira.
Hal ini diperkuat dengan data KPK yang menunjukkan angka korupsi di desa yang sangat tinggi. Pada 2015-2022 ada 601 kasus korupsi di desa yang melibatkan 686 tersangka, merugikan negara hingga Rp 544,25 miliar. Selain itu, sudah Rp 468 triliun dana desa dikucurkan dari 2015-2022, namun tetap saja angka kemiskinan di desa sangat tinggi, mencapai 12,29 persen atau sekitar 14,34 juta jiwa.
Fakta inilah yang kemudian mendorong KPK membentuk program Desa Antikorupsi pada 2021. Melalui program ini, KPK ingin membentuk desa-desa yang berintegritas dengan berbagai indikator antikorupsi yang mesti dipenuhi.
"Pola berpikir sederhananya adalah jika sebuah desa sudah antikorupsi, maka dengan sendirinya diharapkan tingkat Kecamatan akan mengikuti untuk antikorupsi, selanjutnya demikian halnya dengan Kabupaten/Kotamadya, Provinsi dan pada akhirnya adalah negara Indonesia," Kumbul Kusdwijanto, Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK RI, dalam penelitiannya.