Sayup Iirih pelan terdengar
Suara kecil merintih menangis
Menahan perih perutnya tidak genap terisi nutrisi
Sang kakak memicing telinga
Sekolah tak bisa sempurna tanpa sinyal kuat menyadap pulsa
Sementara sang Bapak merenung pelan mengusap luka
Ibu menangis hati teriris beras di rumah habis
Corona ini telah mengikisi bersih receh yang tersisih
Mereka terdiam menguntai kata dan rasa dalam gulita
Berpaling pada sisi kiriku
Kudengar riuh suara televisi menderu
Pejabat ditangkap, politisi berkhianat
Lupa bahwa rakyatnya sedang berharap
Cukup tiga bait saja, puisi berjudul Luka karya Penyuluh Antikorupsi (Paksi) Aniek Juliarini sudah jelas menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Tidak perlu berpuluh-puluh slide presentasi soal integritas, puisi ternyata juga bisa menggerakkan hati untuk melawan korupsi. Inilah yang coba disuarakan oleh komunitas Paksi pecinta puisi Apa Ya melalui gerakan mereka.
Komunitas Apa Ya telah aktif menanamkan nilai-nilai antikorupsi melalui pembacaan puisi, baik melalui media sosial maupun berbagai acara luring. Salah satunya yang pernah dilakukan adalah kolaborasi seni budaya puisi, tari, dan nyanyian Minang-Jawa pada November tahun lalu.