SUAP-menyuap menjadi praktik korupsi terbanyak yang menjerat para pelaku usaha selain modus penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa serta perizinan.
Sejak 2004 hingga 2021, terdapat 802 kasus penyuapan yang dilakukan oleh swasta atau pengusaha. Catatan Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan, hingga akhir tahun lalu sebanyak 373 tersangka kasus korupsi dari swasta.
Faktor pendorong praktik suap-menyuap
Menurut yuridis Indonesia, suap diartikan sebagai: memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajiban yang menyangkut kepentingan umum. (UU Nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap)
Berdasarkan kedua pengertian itu, seseorang melakukan suap demi memenuhi kebutuhan pribadi atau organisasi terkait izin atau keputusan yang bersinggungan dengan pejabat pemerintahan.
Kasus suap-menyuap terjadi di banyak sektor, salah satunya sektor perikanan.
Kasus yang paling disorot yaitu ketika KPK menahan salah satu menteri di Kabinet Indonesia Maju di pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Menteri Kelautan dan Perikanan era 2019-2020, Edhy Prabowo diputus bersalah telah menerima uang suap sebesar Rp25,7 miliar dari pengusaha eksportir benih bening lobster (BBL) atau benur.
Ia dihukum lima tahun penjara sesuai putusan kasasi. Sebelumnya, di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengganjar hukuman sembilan tahun penjara. Banyak pihak menyesalkan pemangkasan itu.
Menindaklanjuti kasus korupsi itu, KPK dan Kementerian Kelautan dan Perikanan pun berkolaborasi membuat sistem pencegahan korupsi. KPK memberi pelatihan kepada para pejabat eselon satu hingga III dan kepala UPT Syahbandar di seluruh Indonesia melalui Pelatihan Refleksi dan Aktualisasi Integritas (PRESTASI).
Usai mengikuti kegiatan pelatihan nilai-nilai antikorupsi itu, peserta diharapkan menjadi teladan dan mampu untuk membentuk rencana aksi antikorupsi serta membangun ekosistem yang berintegritas di tempat kerjanya.
Area praktik suap di sektor perikanan
- Perizinan kapal penangkap ikan
Prosedur perizinan di sebuah negara atau wilayah tertentu memiliki potensi praktik suap tinggi jika yang berlaku adalah “perizinan satu orang”, sebut Tsamenyi & Hanich (2008) dikutip dari CurbingCorruption, sebuah organisasi antikorupsi independen.
Maksudnya, ketika kerangka hukum atau administrasi sebuah negara menerapkan sistem “perizinan satu orang” (misalnya lewat menteri terkait atau pejabat senior), transparansi dan mekanisme akuntabilitas atas prosedur tersebut menjadi sangat tipis.
Akibatnya, suap adalah sebuah jalan pintas mempercepat proses izin keluar. Pejabat terkait berpotensial mengeluarkan izin bodong pendaftaran kapal atau izin yang menguntungkan satu atau lebih nelayan atau organisasi (misalnya untuk terus menangkap ikan di wilayah ilegal tanpa hukuman).
- Penetapan batas wilayah penangkapan dan pemberian akses
Menurut Tsamenyi & Hanich, bentuk suap yang terkait penetapan batas wilayah penangkapan dan pemberian akses sering kali dilakukan dalam tiga bentuk: pemerintah dan pemerintah, pemerintah dan industri, atau pemerintah dan perusahaan.
Penetapan batasan wilayah dan pemberian akses biasanya ditetapkan melalui alokasi kuota ikan dan batasan waktu di laut. Potensi suap terjadi kala stok ikan di wilayah laut sebuah negara sedang berlebih, akses ini dapat diambil oleh pelaku setelah menyogok pejabat pemerintah.
Adapun suap terkait pemberian akses dapat terjadi ketika sebuah perusahaan, industri, atau pemerintah negara lain sedang bernegosiasi soal kuota penangkapan dengan pemerintah negara pemilik wilayah laut. Jika suap diterima, pelaku bisa dengan bebas menangkap ikan pada wilayah tersebut dan memanipulasi data jumlah ikan yang ditangkap.
World Economic Forum menyebutkan, konsekuensi korupsi di sektor perikanan nyatanya lebih luas dan lebih serius dari sekadar kasus ilegalitas di wilayah laut. Kasus-kasus di beberapa negara berkembang menunjukkan, korupsi di sektor ini telah melemahkan penegakan hukum, menghambat kepatuhan terhadap peraturan lingkungan, mendorong ilegalitas, merusak tata kelola yang baik, serta membahayakan legitimasi pengelolaan perikanan bersama. Perdagangan manusia dan perbudakan juga berpeluang terjadi akibat korupsi di sektor ini.
Beragam bentuk kasus suap dan dampak jangka panjang di atas mengilustrasikan bahwa tindak korupsi di sektor perikanan harus menjadi perhatian lebih.
Setiap insan terutama para pejabat pemerintahan sepatutnya memegang teguh nilai-nilai integritas sebagai implementasi prinsip antikorupsi agar tidak ikut terseret dalam tindak pidana korupsi.[]