MENGAPA konflik atau benturan kepentingan (conflict of interest) dipandang negatif?
Ada tiga alasan benturan kepentingan perlu diatur: (1) salah satu penyebab terjadinya korupsi karena adanya benturan kepentingan yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
Selanjutnya, (2) dalam rangka menuju tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi diperlukan suatu kondisi yang bebas dari benturan kepentingan. Terakhir, (3) pemahaman yang tidak seragam mengenai benturan kepentingan menimbulkan penafsiran yang beragam dan sangat berpengaruh pada performance kinerja penyelenggara negara.
Ketiga hal tersebut termaktub dalam bagian pertimbangan Peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 37 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan.
Benturan kepentingan adalah masalah umum di tempat kerja baik publik maupun privat. Ketika seorang pekerja mengeluh kerabat sang manajer perusahaan selalu mendapatkan tugas lebih mudah dan gaji menggiurkan, ini artinya sang manajer berada di situasi konflik kepentingan.
Makanya, ketika seseorang berada dalam situasi itu, ia rawan atau potensial kehilangan bersikap objektif.
Dikutip dari IntegrityStar, buletin kepatuhan dan etik University of Central Florida, konflik kepentingan terjadi ketika kepentingan pribadi seseorang—keluarga, kerabat, keuangan, atau faktor sosial—dapat membahayakan penilaian, keputusan, atau tindakannya di tempat kerja.
“Orang dapat dengan mudah menjadi bias (memiliki preferensi yang tidak adil) karena hal-hal kecil, seperti persahabatan, makanan, atau sanjungan,” demikian dikutip dari buletin IngerityStar.
Itulah mengapa konflik kepentingan terutama dalam lingkup korporasi harus dicegah dan dihindari.
Definisi konflik kepentingan
Dalam yuridis Indonesia, benturan kepentingan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Disebutkan pada Pasal 1 ayat 14, konflik kepentingan adalah kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.
Penjelasan rinci dijabarkan dalam Pasal 42 hingga Pasal 44, termasuk di dalamnya masyarakat diberikan ruang untuk melaporkan dugaan konflik kepentingan.
Beleid lain yang mengatur benturan kepentingan adalah Permen PAN-RB Nomor 37 tahun 2012. Benturan kepentingan didefinisikan sebagai: situasi di mana penyelenggara negara memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakannya.
Dalam Modul Integritas Bisnis 7: Pengelolaan Konflik Kepentingan yang diterbitkan pada 2016 oleh KPK, konflik kepentingan adalah situasi yang berpotensi melemahkan ketidakberpihakan seseorang karena kemungkinan adanya benturan antara kepentingan pribadi dan kepentingan profesional atau kepentingan publik.
Sementara itu, dalam The Concise Encyclopedia of Business Ethics dikeluarkan oleh Journal Review Foundation, filsus dan profesor etika bisnis, Chris MacDonald dan Alexei Marcoux, menulis bahwa konflik kepentingan adalah situasi ketika seseorang memiliki kepentingan personal yang muncul untuk mempengaruhi keputusan dari tugas resminya, misalnya, sebagai pejabat publik, karyawan, atau profesional.
Dalam bisnis atau korporasi, konflik kepentingan itu muncul ketika seseorang memilih untuk memenuhi keuntungan pribadi ketimbang tugasnya. Atau, ketika ia mengeksploitasi posisinya untuk memenuhi keuntungan pribadi dengan cara tertentu.
“Benturan kepentingan yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap seluruh proses pengambilan keputusan dan pada organisasi itu sendiri,” tulis Chris dan Alexei.
Tipe-tipe konflik kepentingan
Komisi Pemberantasan Korupsi merangkum tiga tipe konflik kepentingan yang awam terjadi dalam lingkup korporasi, antara lain:
- Actual conflict of interest: konflik kepentingan yang ada di antara tugas atau tanggung jawab resmi dan kepentingan pribadi.
- Perceived conflict of interest: konflik kepentingan yang dipandang bercampur dengan tugas atau tanggung jawab resmi yang nyatanya menjadi suatu kasus atau bukan.
- Potential conflict of interest: konflik kepentingan yang melibatkan kepentingan pribadi dengan tugas atau tanggung jawab resmi di masa mendatang.
Bentuk-bentuk konflik kepentingan di korporasi
Beberapa situasi berikut adalah contoh konflik kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi oleh seseorang dengan kewenangan dalam sebuah organisasi.
- Menerima gratifikasi atau pemberian atau penerimaan hadiah atas suatu keputusan atau jabatan (Baca: Gratifikasi, Mengapa Dilarang dan Dianggap Korupsi)
- Menggunakan jabatan atau instansi untuk kepentingan pribadi atau kelompok atau golongan, seperti menentukan sendiri besaran gaji atau remunerasi untuk posisinya
- Memanfaatkan informasi rahasia jabatan atau instansi untuk kepentingan pribadi atau golongan
- Memiliki pekerjaan di luar pekerjaan pokoknya atau merangkap jabatan di beberapa lembaga atau perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga memunculkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya
- Memberikan akses khusus kepada pihak tertentu atas kewenangannya, misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya
- Melakukan pengawasan tanpa mengikuti prosedur karena ada pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi
- Menilai suatu objek kualifikasi dengan subjektif karena objek tersebut merupakan hasil karya si penilai.
Cara cegah konflik kepentingan
Mengingat konflik kepentingan dapat membuahkan tindak korupsi oleh setiap individu, penting bagi organisasi menerapkan strategi untuk mencegahnya.
Menurut KPK, dalam Modul Integritas Bisnis 7: Pengelolaan Konflik Kepentingan, organisasi atau korporasi dapat mengimplementasikan beberapa cara berikut untuk mencegah konflik kepentingan, antara lain
- Nilai dan etika kerja korporasi
Menciptakan nilai-nilai dan etika kerja korporasi adalah kunci utama sebuah perusahaan dalam menciptakan budaya kerja berintegritas yang dapat menutup kemungkinan kehadiran konflik kepentingan.
Agar karyawan patuh terhadap nilai-nilai itu, organisasi bisa melakukan strategi, di antaranya deklarasi tidak mempunyai konflik kepentingan serta patuh terhadap kode etik, meningkatkan kesadaran akan pemahaman kode etik melalui pendidikan dan pelatihan, penegakan kontrol internal perusahaan, menggunakan teknologi informasi dalam transaksi perusahaan, pilih pemimpin beretika, dan membudayakan nilai-nilai organisasi.
Membudayakan kultur kerja yang beretika tidak cukup dengan menyusun kode etik perusahaan semata. Organisasi juga perlu mengadakan pendidikan dan penyuluhan tentang kultur kerja beretika secara berkala untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman individu akan konsep tersebut.
- Terbuka terhadap teknologi
Kemajuan teknologi juga dapat menjadi alat organisasi untuk menghindari konflik kepentingan. Teknologi TI bermanfaat dalam (1) pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan objektif, (2) transparansi dalam penyampaian informasi yang menjadi basis pengambilan keputusan, dan (3) akuntabilitas bagi semua pengambil keputusan karena data-data mudah diakses dan dilacak (traceable).
- Menegakkan hukum internal
Pengendalian internal (internal control) atau hukum internal merujuk pada proses dalam sebuah organisasi yang dipengaruhi oleh Dewan Komisaris, manajemen, dan personel lainnya dan dirancang untuk memberikan jaminan yang layak agar entitas dapat mencapai tujuannya. Adanya penegakan hukum internal dalam sebuah organisasi dapat mendeteksi dan mencegah kecurangan serta melindungi aset organisasi baik yang berwujud maupun tidak berwujud dari aktor-aktor yang akan melakukan tindak pidana korupsi.
Masalah konflik kepentingan tidak hanya terjadi di organisasi pemerintahan, tapi juga lingkup korporasi. Setiap individu di organisasi sepatutnya menyadari kemungkinan munculkan benturan atau konflik kepentingan. Dengan menanamkan nilai-nilai integritas ke diri sendiri, hal ini dapat menjadi “payung” untuk melindungi diri dari jebakan konflik kepentingan dalam lingkup korporasi.[] (Baca: Memahami 9 Nilai Prinsip Antikorupsi)