SPI bertujuan untuk memetakan risiko korupsi, menilai pengelolaan anggaran dan mengukur efektivitas pencegahan korupsi yang dilakukan masing-masing instansi. Semakin rendah nilai SPI, menunjukkan semakin tinggi risiko korupsinya.
Wahyu menjelaskan, SPI penting untuk menciptakan kesadaran akan adanya risiko korupsi di pemerintahan, kementerian, atau lembaga. Hasil SPI yang dipublikasikan ke masyarakat juga akan mendesak dilakukannya perbaikan sistem pada organisasi agar tidak ada lagi celah korupsi.
"Jika nilai SPI jelek, maka di mata publik akan kurang bagus. Naming and shaming ini akan menciptakan tekanan untuk memperbaiki diri hingga kepada tingkatan yang dapat diterima oleh publik," kata Wahyu.
Berkaca dari pelaksanaan tahun sebelumnya, kata Wahyu, SPI berhasil mengungkap temuan-temuan celah korupsi di berbagai instansi. Berbagai temuan itu akhirnya mendorong perubahan kebijakan dan regulasi. Hasil SPI juga menjadi masukan untuk menghitung nilai reformasi birokrasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
"Jika nilai reformasi birokrasinya jelek, maka otomatis insentif untuk instansi tersebut juga berkurang. Mau tidak mau akhirnya akan dilakukan perbaikan di organisasinya," kata Wahyu.