BULAN SETENGAH TIANG DI LANGIT KOTA
Karya: M. Fatchul Arifin
Pada remang menyapa senja
Pada gulatan asap mono-oksida
Pada hingar bingar jalanan kota,
Di antara guratan gelombang hidup bergulungan
Di antara kesibukan kendaraan berlalu lalangan
Di antara poster banner menyambut hari pahlawan,
Terbaca goresan pada dinding grafiti
Jelas terbaca : “merdeka - atau - mati”,
Sedangkan di pinggir ujung jalan sana
Masih terlihat -tertunduk duduk lesu pemuda kehilangan kerja,
Sedangkan di teras toko toserba
Masih terlihat-terbujur tubuh kurus dengan rona mengharap iba,
Sedangkan dari rumah kumuh di bantaran sungai
Masih terdengar- samar suara serak anak bernyayi elegi,
Sedangkan di megah gedung kantor instansi negeri
Masih sibuk- para oknum negeri mereka-reka data bukti,
Sedangkan di kanal media massa berjaringan
Masih tersebar berita operasi penangkapan tangan.
Inikah mungkin yang mengerekkan bulan dan bintang,
Hingga mengedar terpaku setengah tiang,
Karena menanda seakan sebagai keprihatinan,
Karena merana seakan sebagai kegalauan,
Hingga redupnya membias pada dinding grafiti
Hingga jelas terbaca: “merdeka-atau-mati”
Ya….
Benarkah kita sudah merdeka?
Merdeka dari tikaman gratifikasi-kolusi bertebaran
Merdeka dari kesuburan kecurangan kewenangan
Merdeka dari jahatnya persekongkolan
Atau…
Ya….
Benarkah mungkin kita sudah mati….
Mati menebarkan kemurahan nurani,
Mati menghiaskan ketulusan hati,
Mati mewarnakan kesentuhan empati,
Mati mengalirkan kemudahan peduli,
Dan…
Dan ini berarti …
Bahwa kerja belum selesai …..
Bahwa daya belum usai….
Untuk janji bela bakti pertiwi,
Untuk janji wujudkan bangsa yang gemah ripah loh jinawi,
Untuk janji bangun negeri bebas korupsi.