Kelas Politik Cerdas Berintegritas (PCB) tingkat Madya ini adalah lanjutan dari kelas sebelumnya; yaitu PCB tingkat Pratama yang telah dilaksanakan di 9 provinsi di Indonesia dengan melibatkan 433 orang, terdiri dari 224 siswa dan 209 mahasiswa. Sebagaimana tergambar pada judulnya,program pendidikan politik yang diselenggarakan atas kerjasama Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Kedeputian Pencegahan-Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Yayasan SATUNAMA ini sedari awal bertujuan untuk menumbuhkan generasi baru politik Indonesia yang berintegritas, demokratis dan anti korupsi.
Generasi baru politik dalam pengertian program ini dikhususkan pada kelompok siswa dan mahasiswa. Jika disimetriskan dengan skala umur, mereka adalah kelompok yang dikategorikan sebagai orang muda dengan rentang umur 15-30 tahun. Hari ini, populasi orang muda di dunia meningkat dan akan terus meningkat dengan jumlah yang sangat signifikan. Dalam catatan PBB, generasi muda dengan rentang umur 15- 25 tahun telah mencapai angka 1,5 milyar pada tahun 2015, itu artinya 1 dari 6 orang dewasa adalah generasi muda1. Di Indonesia, generasi muda dengan rentang umur 16- 30 tahun mencapai angka 62,3 juta (26.2%) dari total penduduk Indonesia pada tahun 2010. Angka ini diproyeksikan meningkat ke angka 70 juta pada tahun 20352. Data ini memperkuat relevansi atas pilihan target group dari program ini, disamping secara konseptual, tidak ada satu sistem politik pun yang dapat menclaim diri legitimate jika generasi muda diekslusi dari proses-proses politik dalam ruang demokrasi3.
Menumbuhkan generasi baru politik, secara spesifik calon kader partai politik dan politisi, bukanlah hal mudah. Sekurang-kurangnya terdapat dua tantangan real yang perlu dihadapi. Pertama, tergerusnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja partai politik dalam 15 tahun terakhir. Tim Litbang Kompas di empat kali (1999, 2004, 2009, 2014) pemilu pasca reformasi menemukan data bahwa tingkat kepuasan publik terhadap 5 fungsi partai politik berikut sangatlah rendah: a) Partai dalam menyalurkan aspirasi masrakat, 13,7%; b) Partai dalam mengontrol kinerja pemerintah, 18,9%; c) Partai dalam pengkaderisasian anggota, 12,9%; d) Partai dalam melakukan pendidikan politik masyarakat, 18,3% dan; e) Partai dalam menempatkan wakil berkualitas di DPR, 14,6%4. Kedua, menguatnya citra negatif politisi parlemen di mata publik. Data yang sama menunjukkan bahwa persepsi negatif publik terhadap kinerja DPR semakin tinggi, dari 74.1% pada tahun 2001 menjadi 80.3% pada tahun 2014. Ditambah lagi, banyak politisi yang tersandung kasus korupsi. Pada tahun 2016, Komisi Pemberantasan korupsi merilis bahwa dari 487 orang yang terlibat kasus korupsi, 151 orang diantaranya (31%) adalah aktor politik. Tiga terbesar pelaku utamanya adalah anggota DPR/DPRD (89 orang), walikota/bupati (49 orang), Gubernur (15 orang). Angka ini terus bertambah seiring jumlah politisi yang terkena Operasi Tangkap Tangan oleh KPK.
Terlepas dari data di atas, mempersiapkan generasi baru politik yang cakap di satu sisi dan berintegritas di sisi lain adalah keniscayaan. Dalam konteks yang lebih luas, kerja- kerja pengarustamaan literasi politik berintegritas dapat didudukkan sebagai aktivitas kebudayaan sekaligus tugas sejarah yang akan berefek pada paras dan perilaku politik warga negara dan pemimpin politik di masa depan, “..a nation’s political culture affects the behavior of citizens and leaders”5, tulis Almond dan Verba. Karena itu, mencerca partai politik habis-habisan tanpa langkah paradoks konstruktif untuk memperbaiki keadaan juga akan menyeret kita pada keterpurukan politik yang semakin dalam.
Politik Modern adalah politik kepartaian6. Dalam situasi semacam ini, partai politik adalah aktor aktor utama di dalam sistem yang menghubungkan antara kewarganegaraan dengan proses pemerintahan. Jika demikian adanya, maka hal yang perlu kita lakukan di samping memperbaiki keadaan hari ini melalui sustainable controlling adalah mempersiapkan generasi baru politik. Sehingga keniscayaan partai dalam sistem politik dan demokrasi kontemporer dapat kita harapkan sebagai komponen vital untuk memfungsikan demokrasi7; yakni mencapai kesejahteraan publik dan keadilan terdistribusi.
Dalam konteks Indonesia, mempersiapkan generasi baru yang literated politik, memiliki kecakapan dan integritas adalah tindakan yang relevan. Relevansi itu dapat dirujuk, salah satunya, pada paket Undang-Undang electoral. Indonesia memberikan hak pilih kepada setiap warga negara yang telah berumur minimal 17 tahun. Mereka yang berumur 21 tahun dapat mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota8, umur 25 tahun dapat dapat mencalonkan diri sebagai Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, umur 30 tahun dapat mencalonkan diri sebagai Gubernur atau wakil Gubernur9, dan pada umur 35 tahun dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden10.
Akhirnya, kami perlu menghaturkan terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut terlibat, berkontribusi dan berproses dalam menghasilkan modul Kelas Politik Cerdas Berintegritas untuk tingkat madya ini. Sejak diworshopkan pertama kali pada tanggal 4-6 April 2017 hingga ujicobanya bersama para calon fasilitator pada tanggal 11-13 Juni 2017, modul ini mendapatkan masukan-masukan yang signifikan, mulai dari ragam materi, pendekatan yang dipilih, metode dan media yang akan digunakan serta penyajiannya. Pada praktiknya di lapangan, tentu dimungkinkan beberapa adaptasi berdasar dinamika kelas. Tetapi sebagai sebuah panduan dasar, modul ini telah diupayakan melengkapi berbabagai elemen-elemen dasar dari pedagogi politik dengan pendekatan pembelajaran terstruktur atau yang lebih dikenal dengan Structured Experiential Learning. Satu pendekatan yang berdiri di atas pikiran dasar bahwa peserta didik tidak seperti ‘gelas kosong’ tanpa pengalaman berarti, melainkan ‘gelas berisi’. Karena itu, yang dibutuhkan bukanlah transformasi pengetahuan satu arah, melainkan fasailitasi belajar kreatif-apresiatif sehingga seluruh pengalaman itu membentuk pengetahuan terstrukur dan dapat diolah dalam proses-proses reflektif secara bersama-sama. Semoga dengan seluruh upaya ini, kelas Politik Cerdas berintegritas kelas Madya dapat mencapai tujuan utamanya secara efektif; melahirkan aktor-aktor politik berintegritas, demokratis dan anti korupsi!