Pengaturan kekayaan yang tidak wajar ini dapat menjadi refleksi kenyataan banyaknya pejabat public yang mempunyai kekayaan yang diluar logika pendapatan sahnya. Mengingat mereka adalah pejabat public yang mempunyai asset melebihi dari logika gaji bulanan serta pendapatan lain dari negara. Tampaknya tidak akan sanggup disetarakan dengan semua hasil kalkulasi harta atau kekayaan yang dimiliki. Dalam penghitungan sederhana, gaji, tunjangan, dan pendapatan sah yang diterima oleh penyelenggara negara (pejabat negara/pegawai negeri sipil) cenderung bernilai minus jika disubsitusikan ke semua harta atau kekayaan yang dimiliki. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa harta atau kekayaan yang diterima didapatkan dengan cara-cara yang tidak halal atau melawan hukum.
Dengan kata lain, kemungkinan besar, harta atau kekayaan tersebut diperoleh dari tindak pidana. Lebih khusus, misalnya, harta atau kekayaan yang disimpan adalah bagian atau efek dari tidak pidana korupsi atau pencucian uang. Berdasarkan itu, kewajiban Negara Indonesia untuk melakukan upaya-upaya keras harus diartikan menjadi suatu kewajiban setingkat mandatory guna mengatur kekayaan yang tidak wajar (Illicit Enrichment) menjadi suatu tindak pidana yang diatur ke dalam suatu produk hukum setingkat Undang-undang.
Studi ini juga dimaksudkan untuk membuat rekomendasi tentang perlu atau tidaknya pengaturan kekayaan tidak wajar dalam rumusan delik korupsi Revisi UU Tipikor dimasa mendatang.