KOMISI Pemberantasan Korupsi saat ini memiliki sekitar 241 aset rampasan hasil tindak pidana korupsi dengan nilai kurang lebih Rp400 miliar yang masih belum diselesaikan.
Sebagian besar aset tersebut berupa tanah dan bangunan yang menunggu proses pemulihan aset sejak 2014. Dari data ini menunjukkan bahwa para pelaku korupsi yang ditangani KPK memanfaatkan sektor properti untuk menyembunyikan hasil kejahatan mereka.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK Mungki Hadipratikto saat berbincang dengan tim media ACLC KPK, Rabu (18 September 2024) di Jakarta.
Untuk memperkuat efektivitas pemulihan aset negara terkait tipikor, KPK bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menggelar lokakarya bertajuk “Efektivitas Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Pengembalian Kerugian Negara melalui Kegiatan Asset Recovery” di Gedung ACLC KPK.
Lokakarya sehari pada Rabu tersebut pertama kali diadakan oleh KPK bersama Kementerian ATR/BPN. Deputi Informasi dan Data KPK Eko Marjono saat membuka kegiatan mengatakan, lokakarya ini menjadi langkah penting dalam upaya menutup celah yang kerap dimanfaatkan oleh pelaku korupsi.
"Tujuan utama dari lokakarya ini adalah menyelaraskan persepsi antara personel KPK dan BPN, sehingga tidak ada kendala dalam pertukaran data dan informasi terkait pemulihan aset dari kasus korupsi," ujar Eko usai membuka lokakarya.
Dengan penguatan kerjasama ini, ia berharap proses penyelidikan dan pemulihan aset dari kasus-kasus korupsi yang selama ini berjalan lambat akan semakin efektif dan efisien. “Kita berharap kerja sama yang sudah berjalan baik ini akan semakin solid di masa depan,” tuturnya.
Sementara itu, Sekjen Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana mengatakan, kementeriannya telah menyiapkan data aset sekitar 93 juta bidang tanah untuk mendukung upaya pelacakan aset korupsi.
Ia berharap aset-aset tersebut berstatus jelas dan tuntas. "Kami sudah melakukan pendataan secara internal dengan lebih baik, dan saya berharap ke depan data yang kami miliki bisa kami cocokkan dengan KPK. Bila ditemukan aset hasil kejahatan, kami akan segera menyerahkannya," ujar Suyus.
Kerjasama antara BPN dan KPK ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan terkait aset yang disembunyikan melalui nama-nama fiktif atau nominee.
"Kesulitan utama yang kami hadapi adalah jumlah aset yang belum terdaftar. Dari 93 juta bidang tanah yang telah kami data, masih banyak yang belum diverifikasi. Kami harus bekerja sama dengan pemerintah daerah, kelurahan, desa, dan pihak-pihak lain untuk memastikan kepastian data," katanya.
Ia berharap kerja sama yang telah terjalin antara KPK dan BPN akan terus diperkuat melalui penandatanganan perjanjian kerja sama baru, yang diharapkan akan mempercepat proses pelacakan dan pengembalian aset negara.
Lokakarya diikuti sebanyak 55 peserta, antara lain 25 pegawai KPK dan 30 pegawai Kementerian ATR/BPN. Tampak hadir dalam pembukaan sejumlah pejabat struktural KPK dan ATR/BPN.
Hadir sebagai narasumber yaitu Direktur Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK Mungki Hadipraktikto, Kepala Pusdatin Pertanahan Tata Ruang dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kementerian ATR/BPN I Ketut Gede Ary Sucaya, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Iljas Tedjoprijono, dan Fungsional pada Direktorat Monitoring KPK Fahruddin Putra.