Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Wawan Wardiana menuturkan, pelatihan ini akan menambah kekuatan penyuluh antikorupsi (Paksi) di NTT.
Saat ini jumlah penyuluh antikorupsi di NTT sebanyak 13 orang, tapi lima di antaranya telah habis masa berlaku sertifikat penyuluh. Jadi, saat ini hanya delapan orang yang masih aktif sebagai penyuluh. Mereka tergabung dalam Forum Beta Penyuluh Antikorupsi Nusa Tenggara Timur (BE-PAK NTT).
“Setelah pelatihan ini, jangan berhenti. Masih ada tahapan satu lagi. Setelah lulus pelatihan ini, belum langsung menjadi penyuluh antikorupsi. Masih ada asesmen sebagai penyuluh antikorupsi. Harapannya, sampai akhir tahun penyuluh di NTT bertambah,” ujar Wawan.
Wawan sekali lagi mengingatkan dampak korupsi yang luar biasa. Perbuatan korupsi yang dilakukan satu-dua orang bisa berefek luas kepada masyarakat baik langsung maupun secara tidak langsung. “Inilah mengapa sampai sekarang korupsi disebut sebagai kejahatan luar biasa, karena dampaknya begitu besar,” katanya.
Ia juga menerangkan tentang sembilan nilai integritas yang akrab disingkat “Jumat Bersepeda KK” (jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, disiplin, adil, dan kerja keras). Ia berharap nilai-nilai ini bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari, minimal satu nilai. “Jika sudah menerapkan, tularkan ke lingkungan sekitar kita,” ujarnya.
Sekretaris Daerah NTT Kosmas D. Lana menuturkan bahwa secara etimologi (asal-usul kata) korupsi berasal dari bahasa latin “corruptus” yang berarti busuk.
“Namanya busuk pasti bau. Ketika busuk itu bau, pasti akan mengotori sekitarnya. Saya pastikan seperti itu,” ujar Kosmas yang memiliki latar pendidikan hukum ini.
“Yang ingin saya katakan adalah mau dibungkus bagaimanapun, yang namanya perbuatan korupsi, pasti suatu saat akan tercium, tidak mungkin tidak.”
Ia berpendapat bahwa salah satu penyebab korupsi adalah ketika “besar pasak daripada tiang”—pengeluaran yang melebihi dari pendapatan.
Di sisi lain, faktor budaya juga bisa mendorong seseorang untuk membelanjakan uang di luar kemampuan. Ia mencontohkan budaya di NTT ketika ada kematian anggota keluarga, harus ada potong kerbau. Menurut dia, kebiasaan ini sebetulnya bisa diganti dengan hewan lain yang harganya lebih murah seperti babi atau ayam.
“Karena sebetulnya kebudayaan ini bisa kita kendalikan. Memang kesulitannya besar, kita harus bertengkar dengan tokoh agama dan tokoh adat. Tapi, ayolah kita mulai,” ujarnya.
Kosmas mengatakan, Pemprov NTT siap mendukung kegiatan para Paksi. Setelah peserta pelatihan lulus menjadi penyuluh antikorupsi, pemprov akan segera mengukuhkan forum penyuluh.
Materi-materi yang disampaikan selama pelatihan, antara lain aktualisasi integritas, pengantar materi dasar antikorupsi dan studi kasus, penyuluhan efektif dan berdampak, serta teknis pendaftaran sertifikasi penyuluh antikorupsi.[]