Dari hasil survei, KPK akan mengirimkan sejumlah rekomendasi kepada setiap kementerian/lembaga/pemda agar ditindaklanjuti. Dengan begitu, perbaikan sistem di masing-masing instansi publik, sebagai upaya pencegahan korupsi, dapat terus dilakukan. "Angka kejadian korupsi juga digunakan sebagai faktor koreksi untuk menyeimbangkan skor SPI," ujar Wahyu.
Bagi kementerian/lembaga/pemda yang memiliki keterbatasan sistem pencatatan pengguna layanan, Wahyu berharap memberikan dukungan dengan memasang kode respon cepat (QR code) di tempat-tempat layanan publik. Diharapkan masyarakat yang telah menggunakan layanan publik selama setahun terakhir dapat mendaftarkan diri sebagai responden SP, cukup memindai kode tersebut.
Tahun ini, KPK mengusung tagline Survei Penilaian Integritas yaitu "Berani Mengisi, Habisi Korupsi".
SPI dikembangkan oleh KPK sebagai alat untuk mengenal risiko korupsi pada instansi atau kantor pemerintah. Ada dua penilaian yang dilakukan yaitu internal dan eksternal.
Penilaian internal menyangkut tujuh dimensi, yaitu transparansi, integritas dalam pelaksanaan tugas, perdagangan pengaruh (trading in influence), pengelolaan anggaran, pengelolaan pengadaan barang dan jasa, pengelolaan SDM, dan sosialisasi antikorupsi.
Sementara itu, penilaian eksternal meliputi transparansi dan keadilan layanan, upaya pencegahan korupsi, dan integritas pegawai.
Pada SPI 2023 didapatkan Indeks Integritas Nasional, yaitu indeks rata-rata dengan skor 72. Terdapat enam rekomendasi yang diberikan KPK, yaitu (1) meminimalisasi risiko perdagangan pengaruh dengan peraturan dan implementasi penanganan benturan kepentingan.
Selanjutnya, (2) memaksimalkan kemampuan sistem dan sumber daya internal dalam mendeteksi korupsi, (3) optimalisasi pengawasan internal dan eksternal, (4) sosialisasi, kampanye, dan pelatihan antikorupsi berkala & berkelanjutan, (5) pengembangan dan penguatan efektivitas sistem pencegahan berbasis TI, dan (6) pengembangan sistem pengaduan yang melindungi pelapor.[]