Menurut Wawan, baik siswa maupun mahasiswa tergoda menyontek ketika tidak ada pengawas atau meminta jawaban teman saat ujian take home dengan jumlah lebih dari 18 persen responden.
Menyangkut keteladanan pendidik, sebanyak 28,4 persen siswa dan 41,4 persen mahasiswa mengatakan guru/dosen terlambat masuk kelas. Lalu, guru/dosen tidak hadir tanpa alasan jelas (17,7 persen siswa dan 24,1 persen mahasiswa) dan guru/dosen berperilaku kasar (13,3 persen siswa dan 8,2 persen mahasiswa).
Sementara terkait fakta perilaku koruptif dalam tata kelola pendidikan ditemukan, di antaranya pungli saat penerimaan peserta didik baru, gratifikasi/suap agar diterima di satdik, rekayasa dokumen agar diterima di satdik, pemberian nilai tinggi karena memberikan hadiah/suap kepada guru/dosen, laporan keuangan tidak transparan, kenaikan pangkat guru dikenai biaya, dan pengadaan barang/jasa yang tertutup.
Survei dilakukan di 34 provinsi pada tahun lalu ditambah empat sekolah Indonesia di luar negeri (Jepang, Mesir, Filipina, dan Malaysia) pada periode Oktober – November 2022. Total satuan pendidikan yang disurvei, di mana dipilih secara random sampling, yaitu sebanyak 525 sekolah dasar dan menengah dan 33 perguruan tinggi.
Adapun jumlah 32.678 responden mencakup siswa/mahasiswa (15.582 orang), wali murid (11.648 orang), tenaga pendidik (4.545 orang), dan pemimpin satuan pendidikan (903 orang).
SPI Pendidikan 2022 dilakukan secara elektronik melalui tiga metode yaitu menggunakan aplikasi WhatsApp, Computer Assisted Web-Interviewing (CAWI), dan Computer Assisted Personal Interview (CAPI)—tatap muka langsung. Seluruh responden diberikan keleluasaan untu menjawab jujur tanpa pengarahan.
Metode CAPI dilakukan di daerah yang memiliki keterbatasan jaringan internet. Para responden akan mengisi kuesioner melalui perangkat peneliti.