Kemendikbudristek sejauh ini memiliki sejumlah program kampanye antikorupsi di lingkup internal, antara lain Internalisasi Antikorupsi (untuk seluruh pegawai kementerian), Saya Keluarga Antikorupsi (untuk anggota Dharma Wanita Persatuan), Anti Fraud untuk Satuan Kerja, dan Tunas Integritas (menyasar CPNS).
Selain itu, ada program Berbincang Asyik Integritas yang ditujukan untuk kalangan mahasiswa, Saya Anak Antikorupsi, dan Guru Antikorupsi. "Program-program edukasi tersebut mendukung upaya kami menciptakan sistem pendidikan yang berintegritas melalui Gerakan Merdeka Belajar," kata Nadiem.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengatakan ada 30 delik tindak pidana korupsi yang dikelompokkan dalam tujuh jenis. Namun, dari ketujuh jenis tersebut yang sering muncul di masyarakat adalah gratifikasi, pemerasan dan suap menyuap.
Sekadar diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, tujuh jenis korupsi tersebut, antara lain merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan (conflict of interest) dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Firli menjelaskan, pemberian gratifikasi biasanya terjadi karena berkaitan jabatan dan kewenangan seseorang. Masalah gratifikasi ini diatur dalam Peraturan KPK Nomor 2 tahun 2019 yang saat ini tengah direvisi.
Sementara itu terkait dengan suap-menyuap terjadi karena ada kesepakatan dua orang atau lebih yang memiliki kesamaan pikiran dan tindakan. Tindakan suap menyuap bertujuan agar seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam kasus suap menyuap ini, kata Firli, baik orang yang menyuap maupun menerima suap sama-sama terkena pidana.
Adapun menyangkut pemerasan, kata Firli, masih sering dijumpai di lingkup pemerintahan, seperti mutasi kerja. Ada pejabat yang mengutip uang setoran dari dinas-dinas, misalnya, bila orang ingin pindah tugas di unit kerja lain.
Firli juga menyinggung terkait Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Ia berharap ke depan para penyelenggara negara lebih tertib dalam melaporkan LHKPN. "Karena LHKPN ini adalah kewajiban bagi setiap penyelenggara negara baik sebelum, selama, dan sesudah menjabat," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Wawan Wardiana menjelaskan tentang Survei Penilaian Integritas 2022 yang dilakukan KPK di lingkup Kemendikbudristek. Hasilnya, kementerian mendapatkan skor 78,2 pada 2022, menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mendapatkan skor 79,9.
Survei yang mengukur tingkat risiko korupsi dan mengukur capaian keberhasilan pemberantasan dan pencegahan korupsi itu menggunakan beberapa indikator, antara lain transparansi, integritas tugas, trading in influence, pengelolaan anggaran, pengelolaan SDM, pengelolaan pengadaan barang dan jasa, dan sosialisasi antikorupsi.
Salah satu temuan dalam SPI 2022, yaitu masih ada risiko penyalahgunaan pengelolaan pengadaan barang dan jasa, seperti pemenang vendor sudah diatur (33 persen), kualitas barang dan jasa rendah (46 persen), hasil PBJ tidak bermanfaat (35 persen), nepotisme (41 persen), dan gratifikasi (35 persen). Risiko lain yang ditemukan yaitu penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi (64 persen) dan penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas (40 persen).