Dalam kasus korupsi yang ditangani penegak hukum, profesi penilai dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor terkait dengan kerugian negara. "Ini lantaran opini atau pendapat penilai itu menyebabkan negara menjadi rugi," ujar Firlana.
Namun, menurut dia, MAPPI menginginkan agar sebelum penilai ditetapkan sebagai tersangka, seharusnya diproses terlebih dulu secara internal organisasi; diperiksa apakah yang dilakukan penilai melanggar kode etik dan standar penilaian atau tidak.
Oleh karenanya, kata dia, terkait pencegahan antikorupsi di lingkup profesi penilai, pihaknya memberikan tiga rekomendasi.
Pertama, MAPPI harus melakukan sosialisasi ke regulator, yaitu Kementerian Keuangan dan diharapkan regulator selanjutnya bisa mengundang penegak hukum , seperti KPK, Kejagung, dan Kepolisian. "Sehingga ada persepsi yang sama tentang pendapat profesi penilai dalam konteks menyampaikan pendapatnya tentang nilai yang berhubungan dengan tanah atau objek milik publik atau yang melibatkan uang negara," tutur Firlana.
Kedua, MAPPI harus melakukan sosialisasi dan kampanye di lingkup internal tentang bagaimana profesi penilai harus berintegritas saat menjalankan tugas.
Dan, rekomendasi terakhir, MAPPI harus lebih aktif dalam mencari tahu tentang korupsi dan dampaknya, serta hal-hal yang bisa menjerat profesi penilai dalam tindak pidana korupsi.