Nurul juga mengingatkan sekali lagi bahwa tahun depan Indonesia menggelar pemilihan umum (pemilu). “Anda harus memilih pemimpin yang bisa melayani secara adil. Indikasinya apa? Tidak menyuap rakyatnya. Jadi, kalau ada ‘serangan fajar’ tolak. Selama ada yang masih menunggu ‘serangan fajar’, maka pelayanan publik nantinya pasti tidak bersih. Jangan harap kotanya bersih, makmur, dan adil,” tuturnya.
Jika sebelum menjabat calon pemimpin itu sudah menyuap rakyatnya, maka saat sudah menduduki jabatan yang diraih, “Dia akan minta modalnya kembali,” Nurul mengingatkan.
Wali Kota Depok Mohammad Idris sependapat dengan yang disampaikan oleh Nurul Ghufron bahwa politik uang melalui “serangan fajar” harus ditolak. “Itu namanya korupsi,” ujarnya.
Oleh karenanya, menurut dia, tindakan-tindakan pencegahan korupsi lebih penting daripada—dalam istilah Idris—“melakukan terapi atau menanggulangi penyakit”.
Menurut Idris, korupsi terjadi karena ada nafsu serakah dalam diri seseorang, juga tak jarang dorongan dari faktor eksternal. “Maka, kami ada program pembangunan karakater pegawai negeri sipil, seperti pengajian bagi muslim tiap bulan sekali. Lalu, pelayanan publik telah dibuat sistem elektronik, sehingga menutup peluang jahat. Di Pemkot Depok, juga telah ada pakta integritas,” kata Idris.