Semangat sukarelawan dan idealisme memang menjadi salah satu dasar seseorang mengikuti sertifikasi oleh LSP. Menjadi Paksi dan API adalah sebuah misi pro bono, bukanlah pekerjaan yang menghasilkan uang. Bahkan tidak jarang para Master (sebutan untuk Paksi atau API) merogoh kocek sendiri untuk membiayai program-program mereka.
Tapi diakui, sesekali Paksi juga mendapatkan keuntungan finansial. Salah satunya ketika mendapat honor saat ditugaskan KPK untuk menjadi fasilitator dalam berbagai program antikorupsi.
"Tapi honor tersebut akhirnya disisihkan lagi untuk membiayai kegiatan penyuluhan yang memerlukan biaya," kata Paksi dari Jawa Barat, Diana Handayani, yang menjadi salah satu peserta FGD tersebut.
Dian Novianthi, Direktur Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK, mengatakan walau menjadi Paksi bermanfaat bagi diri seseorang, namun sertifikasi antikorupsi dianggap belum memiliki banyak nilai tambah dari aspek profesi di kelembagaan. "Tidak seperti sertifikasi akuntansi yang memiliki nilai tambah di pekerjaan, sementara Paksi belum ada," kata Dian.
Dian berharap, ke depannya sertifikasi antikorupsi menjadi sebuah kebijakan yang terintegrasi dalam organisasi. "Alangkah indahnya jika sertifikasi antikorupsi bisa align dengan pengembangan integritas secara umum, baik di ASN atau swasta," kata Dian.