Tahukah kamu, mengapa Islam mengharuskan seorang pemimpin untuk bersikap adil dan yang benar-benar bisa menjalankan amanat? Ya, karena dia akan menghadirkan kebijakan yang selalu berpihak pada hati nurani dan selaras dengan kebaikan untuk kepentingan umum.
Memangku jabatan sebagai pimpinan, berarti ada amanah yang harus dipertanggung jawabkan. Pada hakikatnya, dalam Islam kepemimpinan adalah amanat, kepercayaan dari Allah yang diberikan kepada hambaNya untuk membawa kebaikan, hidup sejahtera dan keberkahan.
Tapi, apa yang marak terjadi di negeri ini? Berbagai media di Indonesia bahkan tidak pernah absen setiap tahunnya memberitakan pejabat negara yang tertangkap dengan tuduhan dan dakwaan berlabel pidana korupsi dari penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang tidak amanah.
Hal yang paling identik dari perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi. Jelas, korupsi adalah bentuk nyata sebuah pengkhianatan.
Sebagai contoh yang baru-baru ini terjadi, terungkapnya kasus jual beli jabatan yang terjadi di lingkungan pemerintahan kabupaten Probolinggo. Dalam kasus ini,sang bupati sebagai tersangka telah menetapkan harga untuk calon pejabat kepala desa sebesar 20 juta rupiah dan ditambah 5 juta rupiah untuk sebagai bentuk upeti penyewaan tanah per hektarnya.
Selain itu juga ada pejabat negara yang ditetapkan bersalah setelah tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus korupsi dengan menerima dana suap atas penetapan anggota wakil rakyat daerah di pergantian antar waktu.
Dari kasus-kasus ini jelas sekali bahwa ia telah menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Apa yang membuat makin miris adalah ia melakukannya untuk menetapkan wakil rakyat yang hakikatnya akan memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Jika jabatan saja bisa dijual belikan maka niscaya hasilnya akan memengaruhi kinerja birokrasi, tidak transparannya kinerja, terciptanya ideologi konsumtif dan hedonistik di kalangan penguasa. Lagi-lagi rakyatlah yang dirugikan atas Pemimpin yg tidak adil dan amanah ini. Mengapa? Jangan heran jika pembangunan tertinggal, kualitas pendidikan rendah, lapangan kerja/usaha sulit diperoleh, kriminalitas meningkat, lingkungan rusak, layanan kesehatan rumit, dan masih banyak lagi akibat yang ditimbulkan karena Pemimpin yang tidak Adil dan Amanah.
Apakah sesulit itu memegang amanah, menjalankan kepercayaan dan kewajiban yang disematkan kepada dirinya?
Konflik kepentingan menjadi pemicu utama penyalahgunaan jabatan dan wewenang dikarenakan adanya unsur kepentingan pribadi dalam menjalankan profesionalitas tugasnya. Sebagai seorang manusia yang selalu terpapar godaan hawa nafsu duniawi, siapa yang tidak tergoda dengan uang dan kesempatan untuk mendulang pundi-pundi ke dalam kantong pribadi? jika tidak dilandasi dengan keimanan, maka kita akan mudah tergoda dan tergoyahkan.
Agama Islam sangat menentang dan tidak ada toleransi dengan segala bentuk perilaku Korupsi dalam hal menyalahgunakan wewenang atau jabatan, baik itu dalam skala kecil bahkan yang cakupan besar yang dapat merugikan negara. Dalam pandangan agama Islam, korupsi termasuk dalam kategori Al Ghasysy (penipuan) dan atau al-Ghulul (penggelapan). Hal ini diartikan bahwa korupsi adalah perbuatan haram, dosa besar, karena sama halnya dengan memakan harta hasil rampasan, curian untuk kepentingan pribadi.
Salah satu ayat Al Qurán menyebutkan melarang perilaku korupsi yang sama halnya dengan mengkhianati amanat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS Al-Anfal:27).
Kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekadar kontrak sosial, antara pemimpin dengan rakyatnya, namun merupakan perjanjian dengan Allah SWT. Bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT. Tanggung jawab seorang pemimpin jauh lebih besar dari yang lainnya, karena tanggung jawab pemimpin adalah dunia akhirat.
Pemimpin yang baik mendapatkan penghargaan dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Sebaliknya pemimpin yang tidak baik mendapat laknat dan kutukan dari Allah. Islam melaknat perbuatan ini karena pemimpin adalah wakil tuhan di muka bumi ini dimana ia harus melindungi, mengayomi rakyatnya.
Begitu besar dampak yang ditimbulkan jika tidak segera memberantas korupsi yang telah penyalahgunaan wewenang ini. Diantaranya menciptakan sistem kelembagaan yang buruk (asal atasan senang, abaikan profesionalisme), kesenjangan sosial yang tinggi sehingga kesejahteraan sosial tidak akan tercapai, semakin tingginya angka kriminalitas akibat hukum diperjualbelikan, sehingga prestasi tak berarti, kemajuan hanya wacana.
Apa ganjaran untuk seorang koruptor? Hukuman duniawi tentunya akan berjalan berdasarkan dengan undang-undang yang ditetapkan (oleh manusia), namun dalam Islam pelaku korupsi juga akan dikenai dengan hukuman akhirat. Ingatlah bahwa akan ada kehidupan lain setelah kita meninggal nanti. Ada perhitungan hisab di akhirat. Tidak ada ampun bagi mereka yang telah merugikan kepentingan umum dan juga negara.
Bahkan dalam syariat Islam, menurut pendapat Dr. H. Harun al-Rasyid dalam buku Fikih Korupsi 48, disepakati bahwa hukum yang paling tepat adalah hukum ta’zir, dimana hakim yang akan menetapkan pelaksanaannya secara khusus mulai dari hukuman cambuk, penjara, pengasingan, penyitaan harta, denda, peringatan, nasihat, publikasi hingga hukuman mati jika dianggap telah melakukan korupsi berulang- ulang.
Dalam surat Al-Maidah (5:38) menyebutkan “Laki-laki yang mencuri dan perempuan mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah Maha perkasa dan lagi Maha Bijaksana.”
Ajaran agama Islam tentunya ingin membawa setiap umatnya untuk hidup bahagia, selalu mendapatkan keberkahan, selamat di dunia dan akhirat nanti, hal ini bisa dengan kita melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama dan dirinya sendiri.
Dalam syariat Islam, juga mengajarkan agar kita sebagai pemeluknya harus membekali diri dengan rambu-rambu yang kuat agar mampu mengendalikan diri, membatasi perilaku menyimpang dan mengumpulkan harta dengan cara yang halal.
“Barangsiapa berbuat kebaikan seberat zarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa berbuat keburukan seberat zarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya”. (QS Al Zalzalah:7-8)
Allah maha melihat, maha mengetahui dan maha kuasa. Maka, dalam menjalankan kehidupan ini, kita sebaiknya melakukan perbuatan yang baik, termasuk menjalankan amanah yang diberikan, tetap berada di jalan Allah agar kita selamat di dunia dan akhirat karena apa pun yang kita lakukan pastinya akan kita pertanggung jawabkan kepadaNya.
Pelajari lebih lanjut perspektif agama dan korupsi di https://aclc.kpk.go.id/pustaka/sosial-budaya.
Kita juga dapat mengukur seberapa besar pengetahuan kita terhadap kasus korupsi dan cara melawan korupsi yang terjadi di Indonesia. Ikuti kuisnya di link https://aclc.kpk.go.id/survey-soskam/quiz.