Lebih asyik
Meski baru pertama memakai metode ini, Master Iswan melihat para peserta cenderung terlihat lebih antusias dan asyik saat mengikuti penyuluhan berbasis game ini. Meski hanya sembilan orang yang bermain, peserta lain pun bisa urun rembug dalam menyelesaikan permainan.
Master Iswan baru mengenal game-based learning pada bulan lalu sewaktu mengikuti training of trainer (TOT) fasilitator yang diadakan oleh In Game. “Lalu diberi tantangan untuk menyuluh game-based learning, “ ujar Iswan, penyuluh antikorupsi asal Gorontalo ini saat berbincang dengan ACLC KPK, Jumat (5 April 2024).
Sebagai widyaiswara di BSPDM Gorontalo, ia pun mengajukan diri untuk mengisi mini workshop terkait dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, sekaligus dalam rangka Zona Integritas (ZI) Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).
Karena waktu yang terbatas dan fasilitator hanya seorang, game tidak bisa dimainkan oleh seluruh peserta. Namun, Master Iswan mengatakan, mendapatkan umpan balik positif dari peserta, seperti “belajar sambil bermain” dan “lebih santai dan interaktif”.
“Yang menarik ialah ada semacam perlombaan untuk bisa menyelesaikan pelayanan publik sesuai dengan skenario permainan. Juga, ada semangat perubahan, terkait dengan peningkatan pelayanan publik,” jelas Sekretaris Forum KomPAK Gorontalo ini.
Master Iswan merupakan penyuluh antikorupsi Jenjang Pertama yang mengikuti sertifikasi LSP KPK pada 2020. Ia kemudian melakukan RCC atau sertifikasi kembali pada tahun lalu, sesuai dengan masa berlaku sertifikat setiap tiga tahun sekali.
Ia termasuk generasi awal penyuluh antikorupsi di Gorontalo bersama Master Tajuddin Pata. Antara 2020 hingga 2022, hanya empat orang penyuluh, lalu bertambah menjadi 38 penyuluh hingga awal 2024.
Banyak tantangan yang dihadapi dirinya dan kawan-kawan lain sebagai penyuluh antikorupsi di daerah. “Karena berbicara antikorupsi di daerah, saya lihat seperti kurang enak dibicarakan. Saya tidak tahu suasana kebatinannya seperti apa,” ujarnya.
Tantangan terberat, katanya, ialah melawan soal kebiasaan karena dari sisi kebijakan di daerah, tak satu pun yang membenarkan korupsi. Master Iswan juga menjelaskan, pendidikan antikorupsi telah dimasukkan dalam tiap-tiap pelatihan yang diselenggarakan oleh BPSDM Gorontalo.
Pengalaman dirinya sebagai widyiswara, misalnya, masih ada kecil-kecilan peserta memberikan cenderamata atau mentraktir makan. Hal-hal semacam ini sudah pasti ditolaknya. “Tampaknya mereka memang belum tahu, sehingga itu menjadi soal kebiasaan—‘cuma ucapan terima kasih’. Makanya, ini penting untuk membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa. Dari hal-hal kecil ini jangan sampai melakukan yang berbau korupsi,” ujarnya.
Sebagai penyuluh antikorupsi melekat pandangan dirinya sebagai kepanjangan tangan KPK. “Apalagi kalau sudah pakai rompi penyuluh ya. Tapi, kami jelaskan bahwa kami bukan pegawai KPK, kami hanya mitra KPK,” ujarnya.
Dua hal yang menjadi pertimbangan mendasar bagi sebagai penyuluh antikorupsi. Pertama, untuk memumpuk integritas diri karena godaan dalam pekerjaan sudah pasti ada. Kedua, sebagai penyuluh antikorupsi, suaranya lebih diperhatikan.
“Jadi, Paksi ini sangat bermanfaat untuk diri sendiri agar tidak melakukan yang bertentangan dengan integritas, sehingga kami juga merasa nyaman dan enggak ada beban,” katanya.
Ia beharap ke depan mendapatkan akses ke game-based learning tanpa batasan waktu. Karena game ini, katanya, sangat bagus untuk penyampaian materi antikorupsi. “Waktu pemakaiannya terbatas. Kami hanya dibatasi hingga 5 Mei,” ujarnya.[]