AKSI / TANTANGAN PAKSI TEMBUS SUKU PAPUA UNTUK MENYULUH ANTIKORUPSI
Tantangan memberikan penyuluhan antikorupsi di Indonesia berbeda-beda setiap daerahnya. Ada yang mudah saja, ada yang menantang. Papua adalah salah satu daerah yang penuh tantangan bagi Penyuluh Antikorupsi (Paksi). Butuh strategi khusus agar pesan-pesan antikorupsi bisa tersampaikan ke masyarakat dengan adat kesukuan yang masih kental seperti Papua.
Adalah Beatrix Kasihuw yang memiliki strategi khusus untuk merangkul masyarakat adat di Papua. Warga asli Jayapura ini telah menjadi Paksi sejak Mei 2021 dan kerap memberikan penyuluhan kepada masyarakat adat di Papua.
Berbicara kepada ACLC pada acara Pelatihan Calon Penyuluh Antikorupsi (Pelopor) di BPSDM Jayapura pekan ini, Beatrix mengatakan Paksi di Papua mesti memahami etnografi dan kearifan lokal sebelum menyuluh. Salah satunya yang mesti dimengerti adalah sistem kepemimpinan adat di Papua.
Lulusan Fakultas Antropologi Universitas Cendrawasih ini menjelaskan ada empat jenis kepemimpinan tradisional di Papua. Pertama kepemimpinan kerajaan seperti di Raja Ampat, kedua Ondoafi/Ondofolo, ketiga Bigman, dan keempat adalah kepemimpinan orang yang ditokohkan karena pencapaiannya.
"Strategi Paksi nanti ditentukan berdasarkan sasarannya ketika dia memberikan penyuluhan antikorupsi," kata perempuan 45 tahun ini.
Beatrix sendiri kebanyakan memberikan penyuluhan di Jayapura, yang dihuni mayoritas Suku Sentani dengan sistem kepemimpinan Ondofolo. Ondofolo ini, kata Beatrix, memiliki pengaruh yang sangat besar. Bahkan pengaruhnya lebih besar dari pada kepala suku atau bupati, apa yang dia katakan akan dipatuhi.
Paksi harus mendapatkan izin dari Ondofolo sebelum memberikan penyuluhan kepada warga suku Sentani. Namun, Paksi tidak bisa langsung menghadap ke Ondofolo untuk meminta izin, melainkan harus melalui para pesuruhnya yang tersebar di kampung-kampung. Melalui pesuruhnya ini, Paksi menyampaikan maksud dan tujuan mereka.
Setelah pesan itu diteruskan ke Ondofolo dan direstui, barulah penyuluhan bisa dilakukan. Tanpa proses panjang dan restu Ondofolo, kata Beatrix, penyuluhan di Sentani akan sulit dilakukan.
"Kita ditanya mau menyuluh tentang apa, nanti dia akan menyuruh masyarakat untuk kumpul di hari dan jam yang telah ditentukan. Kami tidak dapat masuk begitu saja, bisa-bisa terjadi sesuatu," kata advisor untuk GIZ CPFS, pelaksana program kerja sama Indonesia-Jerman, ini.
Penyuluhan Tentang Jaga
Beatrix mengkhususkan diri memberikan penyuluhan tentang penggunaan aplikasi Jaga milik KPK. Dengan aplikasi ini, masyarakat Papua dapat mengawasi aliran dana desa untuk mencegah penyalahgunaan anggaran.
"Misi kami adalah menginformasikan kepada masyarakat untuk menggunakan aplikasi Jaga untuk melihat apa yang sudah dilakukan pemerintah level provinsi, kabupaten, sampai ke desa," kata Beatrix.
Untuk membantu penyebaran informasi soal Jaga, Beatrix membentuk Komunitas Kenambai Umbai yang beranggotakan 10 orang. Setelah mengetahui fungsi dan cara kerja aplikasi Jaga, tidak sedikit masyarakat desa yang kritis dan mengawasi penggunaan dana untuk daerahnya.
"Ketika diadakan Musrenbang Desa, warga menyampaikan (kepada pejabat desa) 'awas ya kalau sudah disetujui dalam APBK (Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung) tapi dikerjakannya berbeda, kita punya nih aplikasi Jaga'," ujar Beatrix