oleh
Raihan Muhammad
Mahasiswa
PEMBANGUNAN karakter generasi muda merupakan elemen kunci dalam menciptakan masyarakat yang berintegritas dan bebas dari korupsi. Salah satu fenomena yang dapat dimanfaatkan untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada generasi Z ialah fear of missing out (FOMO)—perasaan cemas akan kehilangan pengalaman atau informasi yang dimiliki orang lain.
Gen Z, yang lahir antara 1997 dan 2012, tumbuh dalam dunia yang sangat terhubung secara digital. Generasi ini mudah mengakses informasi dan mengikuti perkembangan terbaru di media sosial. Mereka adalah kelompok usia yang sangat mendominasi dalam penggunaan medsos, yang menyebabkan generasi ini lebih rentan terhadap fenomena FOMO (Dimock: 2019).
Medsos memungkinkan generasi Z terus-menerus terhubung dan mendorong mereka untuk ikut berpartisipasi dalam tren sosial. Selain itu, gen Z memiliki kecenderungan mengalami under influence—mudah terpengaruh oleh apa yang dilakukan atau dilihat oleh orang lain di medsos, sehingga tidak merasa tertinggal. Fenomena ini berperan besar dalam membentuk cara gen Z berinteraksi dengan dunia, termasuk berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Gen Z memiliki potensi besar untuk dipengaruhi oleh tren yang sedang viral di pelbagai platform medsos, seperti Instagram, Twitter, Facebook, TikTok, dan YouTube. Plaform ini dapat menjadi ruang strategis untuk membentuk kesadaran kolektif gen Z terhadap pentingnya integritas, kejujuran, dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
Tren FOMO dapat diarahkan pada aktivitas positif yang menumbuhkan nilai antikorupsi. Kampanye sosial yang menekankan pentingnya integritas, seperti gerakan "Saya Jujur", "Zero Corruption," atau “Hajar Serangan Fajar” dapat dirancang secara kreatif agar menarik perhatian gen Z. Misalnya, melalui tantangan medsos yang mendorong partisipasi dalam kegiatan jujur sehari-hari, seperti membayar sesuai harga, menghormati hak orang lain, atau menolak gratifikasi.
Gen Z dapat diajak pula untuk terlibat dalam gerakan melawan korupsi. Ketika kegiatan ini menjadi viral, perasaan FOMO akan mendorong lebih banyak individu untuk ikut serta, menciptakan gelombang perubahan perilaku yang berdampak luas.
Kendati demikian, untuk memastikan keberlanjutan dari perubahan perilaku tersebut, diperlukan pendekatan yang tidak hanya mengandalkan tren sesaat.
Konten-konten yang diproduksi harus dirancang untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang bahaya korupsi dan pentingnya nilai integritas. Sebagai contoh, kampanye dapat menggabungkan narasi inspiratif dari tokoh masyarakat yang berhasil menolak korupsi dengan dampak positifnya terhadap komunitas sehingga gen Z dapat melihat langsung hubungan antara integritas pribadi dan kemajuan bangsa.
Selain itu, penting untuk menciptakan ruang dialog interaktif yang melibatkan gen Z dalam membahas isu-isu terkait korupsi baik melalui webinar, diskusi kelompok maupun platform interaktif lain. Ruang-ruang ini dapat menjadi sarana untuk memecahkan masalah korupsi dan memperkuat kesadaran akan dampak negatifnya, serta mendorong gen Z untuk mengambil peran aktif sebagai agen perubahan.
Lebih jauh lagi, medsos dapat digunakan untuk mengedukasi gen Z tentang mekanisme pelaporan tindakan korupsi dan perlindungan pelapor (whistleblower). Dengan memberikan akses informasi yang jelas dan praktis, gen Z dapat lebih percaya diri untuk menolak dan melaporkan segala bentuk korupsi di lingkungan gen Z.
Pada akhirnya, jika dikelola dengan baik, fenomena FOMO dapat menjadi kekuatan positif yang mendorong gen Z untuk tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga menjadi pelopor perubahan sosial.
Dengan memanfaatkan medsos sebagai alat strategis untuk menyebarkan nilai-nilai antikorupsi secara kreatif, Indonesia dapat membentuk generasi muda yang berkomitmen pada integritas dan membangun masa depan yang bebas dari korupsi.
Tantangan utama
Akan tetapi, tantangan utama dalam memanfaatkan medsos untuk pembangunan karakter generasi antikorupsi adalah kecenderungan gen Z fokus pada hal-hal yang bersifat instan dan visual.
Ada risiko bahwa kampanye antikorupsi hanya akan dilihat sebagai tren sementara tanpa menyentuh pemahaman mendalam tentang dampak korupsi terhadap masyarakat.
Maka, penting untuk menciptakan konten edukatif yang menggugah kesadaran kritis, seperti video singkat tentang dampak korupsi terhadap pelayanan publik atau cerita inspiratif dari tokoh-tokoh integritas. Selain itu, medsos dapat digunakan untuk membangun komunitas yang mendukung nilai-nilai antikorupsi.
Kesadaran akan FOMO juga harus diimbangi dengan edukasi kritis agar gen Z tidak hanya mengikuti tren demi validasi sosial. Kita perlu memahami bahwa nilai-nilai antikorupsi adalah fondasi penting untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkelanjutan. []
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang.