oleh
M. Indra Furqon
Widyaiswara Ahli Madya KPK
SEJAK 2021 sebagai “pemerhati kebiasaan oleh-oleh” perjalanan dinas oleh para pegawai negeri atau penyelenggara negara, saya sempat mencari tahu: apakah negara menganggarkan sebagian dananya, yang berasal dari duit rakyat, untuk pembelian oleh-oleh?
Setelah riset sederhana dan tidak menemukan alokasi anggarannya yang sah, saya mulai menyuarakan kampanye setop memberi dan menerima oleh-oleh dari instansi yang dikunjungi dalam perjalanan dinas.
Di setiap kesempatan sosialisasi atau ceramah integritas sejak tahun itu, saya selalu kampanyekan setop oleh-oleh itu. Saya berharap saat sudah banyak yang sadar dan ikut bergerak menyuarakan setop kebiasaan tidak bermutu dan penting itu.
Alasan yang pertama, yaitu oleh-oleh dari instansi adalah gratifikasi yang wajib dilaporkan ke KPK. Selanjutnya, terkait dengan anggaran, sebagian besar instansi pemerintahan membebankan anggaran oleh-oleh itu kepada keuangan negara atau keuangan daerah.
Di beberapa kesempatan sosialisasi di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, saya selalu menanyakan asal muasal anggaran yang digunakan untuk menyiapkan oleh-oleh.
Ada sejumlah instansi menyatakan dengan tegas tidak ada anggaran yang mengatur pembelian oleh-oleh. Namun, ada pula instansi yang mengatakan bahwa anggaran memang tersedia. Dari manakah mata anggaran yang digunakan untuk keperluan oleh-oleh tersebut?
Sejumlah instansi yang mengalokasikan anggaran itu beralasan bahwa oleh-oleh dapat dibeli menggunakan anggaran "jamuan makan" atau "jamuan tamu".
Bagaimanakah aturan terkait jamuan makan itu? Apakah jika dibelikan oleh-oleh sesuai dengan peruntukannya? Atau malah terjadi penyalahgunaan anggaran?
Oleh-oleh yang diberikan kepada tamu atau undangan tersebut terkadang makanan khas daerah yang telah dikemas layaknya produk kemasan. Jadi, bukan makanan yang sengaja untuk dihidangkan dan dimakan di tempat.
Padahal merujuk ke istilah “jamuan makan”, maka kegiatan menyajikan makanan dan minuman bagi tamu seharusnya berada di lokasi, di mana jenis dan jumlahnya berlaku umum sesuai dengan Standar Biaya Umum (SBU). Jadi, bukan makanan dan minuman kemasan yang dijual untuk dibawa pulang dan dijadikan sebagai oleh-oleh.