Oleh Hijrah Lail, Dosen Administrasi Publik di Universitas Muhammadiyah Sinjai Sulawesi Selatan
Integritas adalah keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Sebuah konsep yang menunjukkan konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip yang dipegang. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Integritas bukan hanya sekadar bicara, pemanis retorika, tetapi juga sebuah tingkah laku.
Salah satu persoalan yang dihadapi bangsa saat ini adalah dibutuhkannya pembangunan karakter berintegritas, sebagai bentuk nyata melawan korupsi sehingga tercapai Indonesia emas 2045. Universitas sebagai penyelenggara pendidikan tinggi harus mengambil peranan secara aktif dalam upaya pembangunan karakter yang integritas demi sumber daya manusia yang unggul bagi bangsa ini.
Upaya tersebut telah menjadi sebuah kebijakan yang sangat penting dan strategis untuk diimplementasikan. Paradigma pemikirannya adalah mahasiswa tidak hanya dituntut untuk pandai, berpengetahuan, dan memiliki keterampilan secara hard skills, namun juga memiliki keterampilan soft skills yakni berkarakter integritas.
Pembangunan karakter integritas di perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya menciptakan lulusan yang mampu menghadapi berbagai dinamika tantangan kehidupan yang semakin rumit, dengan tetap mengutamakan akhlak atau budi pekerti yang luhur.
Mahasiswa adalah peserta didik di tingkat perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa di masa depan. Apabila sistem pendidikan yang diimplementasikan perguruan tinggi kurang memberikan porsi yang cukup dalam membangun karakter berintegritas, maka dikhawatirkan hanya akan menciptakan sumber daya manusia yang bagus secara hard skills namun buruk secara soft skills, yakni kurang memperhatikan nilai-nilai moral dan akhlak dalam upaya mencapai tujuannya.
Adanya fenomena oknum mahasiswa yang berlaku curang dengan menyontek ketika ujian, menjadi indikator bahwa oknum tersebut mengesampingkan nilai kejujuran demi mendapatkan nilai ujian yang baik. Bayangkan apabila yang bersangkutan kelak menjadi pejabat di negara ini, maka sangat dikhawatirkan dia akan bersedia melakukan apa saja dengan melanggar peraturan demi memeroleh berbagai keuntungan materi.
Selain itu, masih adanya kasus tawuran antarmahasiswa atau bullying kepada mahasiswa baru dalam kegiatan ospek, juga dapat menjadi indikator-indikator perlu dan pentingnya pembangunan karakter integritas secara sistemik di perguruan tinggi.
Stephen R.Covey membedakan antara kejujuran dan integritas sebagai berikut: “honesty is telling the truth, in other word, conforming our words reality-integrity is conforming to our words, in other words, keeping promises and fulfilling expectations”. Kejujuran berarti menyampaikan kebenaran, ucapannya sesuai dengan kenyataan. Sedang integritas membuktikan tindakannya sesuai dengan ucapannya. Orang yang memiliki integritas dan kejujuran adalah orang yang merdeka. Mereka menunjukan keauntetikan dirinya sebagai orang yang bertanggung jawab dan berdedikasi.
Dosen yang merupakan tenaga pendidik profesional di perguruan tinggi, memiliki Tri Dharma di bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian pada masyarakat. Dalam melaksanakan Tri Dharma di bidang pendidikan dan pengajaran, dosen dituntut tidak hanya mampu mentransfer keilmuannya kepada para peserta didik (mahasiswa) dengan baik, namun juga harus dapat menjadi model panutan (role model) dalam hal karakter integritas. Dosen menjadi ujung tombak terdepan dalam mencetak SDM berintegritas di perguruan tinggi, karena dosen senantiasa berinteraksi secara berkesinambungan dengan mahasiswa dalam proses belajar mengajar.
Nilai-nilai karakter berintegritas relatif tidak sulit untuk dipelajari dan dipahami teorinya, lalu kemudian diajarkan dosen kepada para mahasiswa. Tantangannya adalah pada kemampuan dosen terkait nilai-nilai integritas yang diajarkan, apakah telah benar-benar diimplementasikan pada dirinya sendiri, selaras antara ucapan dengan perbuatan.
Membangun karakter berintegritas tidak cukup apabila hanya disampaikan dosen secara teoritis dengan metode ceramah maupun diskusi kepada para mahasiswa. Dosen dituntut untuk mampu menjadi role model, yakni berperan sebagai panutan dalam arti apa yang diajarkan telah benar-benar diimplementasikan pada dirinya sendiri.
Nilai integritas jujur misalnya, secara teori dosen dapat mengajarkan kepada para mahasiswanya sebagai sebuah perilaku yang mengacu pada kebenaran, berupaya menjadikan dirinya sendiri dapat dipercaya, selaras antara ucapan dan perbuatan. Dosen harus mampu menjadikan dirinya sendiri sebagai panutan dalam implementasi kejujuran. Misalnya dengan menyebutkan sumber ketika menyampaikan sebuah definisi teori yang disitasi dari orang lain, tidak mengakuinya sebagai buah pemikirannya sendiri.
Ketika dosen mampu berperilaku jujur, maka diharapkan dapat menjadi teladan bagi mahasiswa untuk jujur pula dalam menulis skripsi, misalnya. Implikasi yang diharapkan di antaranya adalah tidak ada lagi plagiarisme, dengan mengakui hasil karya orang lain sebagai karyanya sendiri secara copy paste.
Dosen harus mampu menjadikan dirinya sebagai teladan langsung bagi mahasiswa dalam proses pembangunan karakter integritas di perguruan tinggi. Ketika misalnya seorang dosen mengajarkan kedisiplinan namun dirinya sendiri kerap datang terlambat ke kelas, maka pembentukan karakter integritas disiplin berpotensi mengalami kegagalan.
Pembangunan karakter integritas membutuhkan sebuah proses yang berkesinambungan dan tidak instan. Perguruan tinggi harus mengambil peran aktif dalam upaya pembangunan karakter integritas bangsa dalam sebuah program sistemik pendidikan karakter. Dosen sebagai tenaga pendidik profesional di perguruan tinggi, merupakan ujung tombak dalam implementasi nilai-nilai karakter integritas bangsa. Tantangan terbesarnya adalah dosen harus mampu menjadikan dirinya sendiri sebagai contoh, terkait nilai-nilai karakter integritas yang diajarkan.