Oleh Ramdhani, Wiraswasta Muda
Salah satu usaha masyarakat dalam mencari pendapatan yang halal adalah berdagang. Namun para pedagang sempat dibuat pusing dengan fenomena kelangkaan minyak goreng dan harga yang melambung tinggi beberapa waktu lalu. Pedagang seperti penjual gorengan harus putar otak agar harga bakwannya tidak naik terlalu tinggi, ibu-ibu di rumah juga mengeluh harga minyak jadi tidak masuk akal.
Dari pandangan Hempri Suyatna, peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM, seperti yang saya kutip dari Kompas.com, persoalan kelangkaan minyak goreng ini disebabkan oleh banyak faktor. Mulai dari meningkatnya harga crude palm oil (CPO), gangguan distribusi hingga tindakan oknum yang memicu kelangkaan. Faktor terakhir ini yang menyebalkan, oknum korup yang mencari keuntungan untuk diri sendiri dan mengorbankan masyarakat.
Selain menangkap pelakunya, pemerintah juga harus berusaha keras melakukan perbaikan dengan menormalkan harga. Dari sini kita sadari, kejujuran menyumbang juga dalam stabilitas harga. Jika pejabat jujur dan tidak "main mata" dengan pengusaha, harga-harga bisa terjangkau.
Dari sisi pedagang, kejujuran juga tidak kalah penting. Seorang pedagang yang terpaksa menaikkan harga karena minyak mahal harus tahu cara mengomunikasikannya kepada pelanggan. Pedagang tetap harus jujur dalam kondisi apapun, walau terkadang tidak mudah.
Selalu ada cara untuk berlaku jujur dalam memastikan kualitas terjamin walaupun harganya naik. Nabi Muhammad SAW dapat menjadi teladan bagaimana cara berdagang yang jujur. Setidaknya ada tiga hal yang diajarkan Islam dalam kejujuran ketika berdagang.
Pertama, tidak mencurangi takaran dan timbangan. “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (QS Asy-Syuraa: 181-183).
Kedua, menghargai pelanggan. Nabi Muhammad tidak membeda-bedakan pelanggan walau dari berbagai kalangan. Ketiga, mengambil untung dengan harga yang baik: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu kebahagiaan pun di akhirat.” (QS. Asy-Syuraa : 20).
Di era digitalisasi seperti saat ini, pedagang bukan hanya harus berintegritas, tetapi juga harus terus menerus belajar sesuatu yang baru. Kejujuran dan melek teknologi menjadi dua hal yang harus dimiliki pedagang. Dengan cara ini, pedagang juga bisa menjadi teladan bagi orang-orang lain.
Integritas dan kejujuran dalam berdagang adalah soal bagaimana kita berusaha memberikan kebermanfaatan bagi konsumen, membebaskan diri kita dari sifat curang.
Kecurangan dalam berdagang adalah tindakan korup, sehingga pedagang yang curang sama dengan koruptor. Seperti koruptor, orang lain akan dirugikan jika pedagang berbuat curang, tidak bertanggung jawab, serta melanggar norma sosial dan agama dalam berniaga.
Maka dari itu, mari mulai dari sekarang memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dalam berdagang. Sebagai catatan kecil untuk penutup, kekayaan dan keuntungan yang dihasilkan dengan cara yang curang akan mendatangkan malapetaka. Sementara hasil yang didapatkan dari kejujuran, perjuangan, dan kerja keras akan mengantarkan kepada keberkahan dan kebermanfaatan bagi semua.