Oleh Wira Kusumah, Karyawan Bank Mandiri di Makassar
Dalam dunia kerja perbankan, apalagi yang langsung berhubungan dengan “money” maka tak jarang nasabah memberikan tip kepada penyedia jasa keuangan yang mengelola account kredit-nya. Sebuah kepuasan tersendiri bagi debitur apabila permohonan kreditnya cair dan berhasil dibantu oleh pegawai pengelola kredit.
Tidak jarang customer memberikan tip kepada pengelola kredit apabila kreditnya berhasil cair, misalnya untuk kredit kendaraan bermotor (KKB). Tidak jarang pula, pengelola kredit dari perbankan, leasing, atau penyedia jasa keuangan lainnya menerimanya secara cuma-cuma, terutama jika mereka sedang butuh uang. Padahal, tip ini adalah godaan yang dinamakan "gratifikasi".
Tidak sedikit karyawan sektor perbankan, terutama dari perusahaan-perusahaan besar, yang telah menandatangani Pakta Integritas untuk dipahami dan ditaati. Pakta Integritas sendiri adalah sebuah pernyataan dan komitmen kepada diri sendiri untuk melaksanakan seluruh tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang dan peran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tujuan penandatanganan Pakta Integritas ini adalah untuk menyukseskan program dan tujuan perusahaan, serta wujud keseriusan karyawan dalam bekerja.
Menerima tip dari customer seringkali menjadi menjadi sebuah dilema bagi karyawan perbankan. Ada perdebatan antara setan dan malaikat dalam diri mereka. Ketika customer memberikan tip karena kepuasan atas kinerja mereka, terkadang karyawan sulit menolaknya. Apalagi jika ada embel-embel kata-kata “udah ambil aja, ini bentuk terima kasih saya karena telah dibantu mencairkan kredit, enggak seberapa kok”. Secara otomatis si karyawan pasti menerima pemberian tip tersebut.
Padahal sebenarnya, justru menerima tip adalah awal dari ketidakharmonisan relasi antara karyawan dengan debitur. Mengapa demikian? salah satunya karena debitur merasa dengan memberikan tip maka akan memudahkan permohonan kreditnya di masa mendatang. Dari sisi karyawan, menerima tip akan membuat mereka merasa tidak enak menagih debitur jika terjadi keterlambatan pembayaran. Padahal seharusnya karyawan dapat menjaga kelolaan kreditnya agar debitur senantiasa taat dan disiplin dalam membayar kewajiban.
Hal lain yang kemungkinan terjadi adalah debitur bisa saja dengan mudahnya mengendalikan karyawan ketika ada sesuatu yang dia butuhkan. Kemungkinan lainnya, debitur akan sulit dikontrol sehingga pada akhirnya akan menjadi kurang kooperatif lantaran merasa dirinya telah berjasa kepada kreditur. Itulah mengapa sangat penting seorang karyawan perbankan memiliki integritas yang baik dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Mereka tidak boleh mudah tergiur dengan hal-hal yang berbau "money".
Contoh nyata pernah saya alami bersama seorang rekan kerja dalam bisnis kredit retail di salah satu bank. Rekan saya ketika itu tengah mengelola kredit seorang debitur yang bergerak di usaha perdagangan bahan bangunan. Saya kebetulan sedang ikut dalam kunjungan ke lokasi usaha debitur tersebut.
Usai kunjungan, ternyata debitur itu menyelipkan uang ke saku celana belakang rekan kerja saya. Sontak tangan kawan saya itu melarang dan menghalaunya, lalu dia berkata “jangan seperti itu sob!” sambil memperlihatkan wajah kurang nyaman. Usut punya usut, ternyata debitur itu memang punya karakter selalu menggampangkan urusan dengan mengandalkan pemberian uang.
Penolakan tip oleh rekan saya itu sudah tepat sekali. Setahun tiga bulan setelah kredit debitur itu berjalan, dia terjatuh ke kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus. Dengan tidak menerima tip tersebut, rekan saya sebagai pengelola account credit tidak akan segan menagih pembayaran kewajiban kepada debitur. Ini salah satu bukti nyata bahwa menolak gratifikasi adalah hal yang benar.
Case berikutnya terjadi ketika kami mengunjungi salah satu debitur yang memiliki usaha hasil bumi, yakni perdagangan beras. Tempat usahanya memiliki lahan jemuran, gudang beras, mesin thresher, dan karung beras. Beras-beras yang dikemas di tempat itu akan dijual dan didistribusikan ke toko-toko dengan berat 5 kilogram.
Saat kami datang, kebetulan debitur sedang melakukan proses pengemasan beras. Saat kami hendak pulang, debitur memberikan kami beras sebanyak delapan karung. Rekan saya berusaha menolaknya dengan alasan yang lucu “kami tidak bisa bawa beras sebegitu banyaknya pak”. Debitur tidak hilang akal dan kembali menawarkan berasnya, “ya sudah, ambil aja ini 2 karung, untuk kalian berdua”.
Dalam kasus ini, kami tidak kuasa menolak dan menerimanya. Debitur tersebut sangat berharap sekali agar hasil panennya ini bisa dicoba dan kami nilai. Barangkali, kata dia, kami suka dengan berasnya sehingga bisa membantu usahanya. Kami memang menerima beras itu, tapi langsung melaporkan pemberian itu ke unit terkait. Beras itu kemudian dibagikan ke orang-orang yang membutuhkan.
Dilema gratifikasi semacam ini senantiasa menghantui para pengelola kredit. Kita harus bisa melawan hasutan iblis dan tidak terpedaya akan pemberian tersebut. Sudah seharusnyalah kita terbebas dari gratifikasi, dan kalaupun terpaksa menerimanya maka sebaiknya kita melaporkannya pada unit tertentu, atau unit pengendali gratifikasi.
Oleh karenanya, penting untuk menanamkan sikap berintegritas pada diri sendiri agar kita terhindar dari hal hal yang dapat merugikan diri sendiri, rekan kerja, unit kerja dan citra perusahaan. Terapkan integritas yang baik pada diri sendiri, tolak gratifikasi. Say no to corruption dan perbanyak ibadah agar terhindar dari hal-hal yang merugikan diri sendiri, teman, keluarga dan perusahaan.