Oleh Wawan Wardiana, Plt. Deputi Pendidikan dan
Peran Serta Masyarakat KPK
Ada tiga bentuk korupsi politik yang terjadi
di negara demokrasi menurut Peter Larmour, seorang akademisi dan penulis banyak
buku antikorupsi. Pertama, penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi
atau partai. Kedua, pengabaian suara dan aspirasi rakyat. Dan ketiga, konflik
kepentingan akibat kemesraan antara tokoh politik dan pengusaha.
Menyedihkannya, ketiga bentuk korupsi politik ini terjadi di Indonesia.
Masyarakat kita terus dipertontonkan kelakuan
buruk para wakil dari partai. Operasi tangkap tangan KPK seakan tak berhenti
menjamah orang-orang partai dari seluruh kamar kekuasaan di negeri ini. Sejak
KPK berdiri pada 2003, lebih dari 300 anggota parlemen Indonesia telah
ditangkap karena korupsi. Lebih dari 20 gubernur, 140 bupati/walikota, 30
menteri, dan banyak lagi tokoh-tokoh politik yang juga dicokok karena korupsi.
Kondisi ini terus terjadi setiap tahun.
Melihat kenyataan tersebut, rasanya sulit membayangkan Indonesia memiliki
wakil-wakil partai yang berintegritas dan bersih dari korupsi. Padahal, kurang
penting apa partai politik bagi iklim demokrasi kita? Demokrasi tidak akan ada
tanpa kehadiran parpol. Melalui partai politik, lahirlah para pemimpin
nasional, pemimpin daerah, hingga perwakilan rakyat di DPR dan MPR. Dari
perwakilan partai politik inilah lahir berbagai regulasi dan
kebijakan-kebijakan untuk kesejahteraan rakyat dan mencerahkan masa depan
bangsa.
Pada tiap kampanye, parpol memberikan
janji-janji semanis madu, mengemis suara untuk memenangkan pemilu. Ada harapan
rakyat dari setiap suara yang mereka berikan. Harapan akan kebijakan-kebijakan
yang memihak rakyat, memperbaiki kehidupan mereka, dan menyejahterakan bangsa.
Tapi berkali-kali rakyat patah hati,
dikhianati orang-orang dari partai yang mereka pilih pada pemilu. Tidak hanya
mengabaikan aspirasi pemilih, tapi para koruptor dari partai ini juga
menggerogoti uang negara yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat. Korupsi
berdampak pada seluruh program pembangunan di negeri ini, mulai dari perbaikan
mutu pendidikan hingga kesehatan jadi terganggu, kemiskinan tidak dapat
teratasi. Maka, tidak berlebihan jika korupsi dikatakan sebagai kejahatan luar
biasa.
Pada 2016, KPK dan LIPI pernah melakukan riset
soal mengapa tokoh pilihan Parpol banyak yang korupsi. Salah satunya adalah
karena tidak adanya proses pengkaderan yang jelas. Partai lebih mementingkan
popularitas seseorang untuk dipinang sebagai kader dan dimajukan sebagai calon
anggota legislatif atau kepala daerah, ketimbang orang-orang yang benar-benar
kompeten. Tidak heran jika bermunculan selebritas yang menjadi anggota partai,
walau tanpa pengalaman berpolitik sebelumnya.
Penentu lainnya adalah besaran ‘mahar politik’
yang diberikan seseorang agar bisa diusung partai. Hal ini akhirnya membuat
kader-kader potensial di partai tersebut menjadi melempem. Mereka merasa
digembosi sehingga banyak yang memilih hengkang.
Selain itu penelitian LIPI dan KPK juga
menunjukkan kebanyakan parpol di Indonesia tidak punya sistem pendidikan dan
pelatihan yang layak untuk para kadernya. Masalah integritas dan kapasitas
kader bukan jadi hal penting bagi partai untuk memajukan mereka ke bursa
pemilu. Kembali lagi, yang utama adalah popularitas atau seberapa besar
kontribusi Rupiah mereka untuk partai.
Patut dicermati juga soal transparansi dana
partai politik. Dari banyak parpol di Indonesia, hanya lima parpol yang
memberikan data keuangan mereka untuk penelitian KPK dan LIPI pada 2019 dengan
tepat waktu. Padahal transparansi ini penting untuk menghindari adanya konflik
kepentingan atau agenda terselubung dari para donor.
Disusupi agenda lain, partai yang seharusnya
memuat idealisme dan gagasan kolektif pendukungnya menjadi melenceng. Tidak ada
lagi upaya menyuarakan aspirasi rakyat, yang terpenting bagaimana mengisi
kantung sendiri atau kas organisasi.
Yang rugi tentu saja rakyat kecil. Jurang
kesenjangan semakin lebar. Korupsi jelas telah merampas hak-hak mereka untuk
merasakan kehidupan yang mapan, pendidikan yang layak, atau fasilitas kesehatan
yang baik. Korupsi oleh tokoh parpol juga telah menginjak-injak nilai-nilai
demokrasi.
KPK menyadari betul soal kenyataan ini dan
berusaha ikut andil memperbaikinya. Maka dari itu, sejak 2012 KPK telah
melakukan berbagai kajian soal parpol dan seluk beluk pemilu. Berbagai
rekomendasi telah diberikan oleh KPK untuk perbaikan sistem, salah satunya
melalui Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) yang berisi Implementasi Kode
Etik, Sistem Rekruitmen, Sistem Kaderisasi, Pengelolaan Keuangan yang
Transparan, dan Demokrasi Internal, selain usulan kenaikan dana parpol menjadi
Rp 8.461 per suara.
KPK juga melakukan langkah konkret untuk
mengedukasi parpol soal korupsi. Saat ini KPK telah memulai Program Politik
Cerdas Berintegritas Terpadu (PCB Terpadu), sebuah rangkaian pendidikan
antikorupsi untuk para kader parpol di seluruh Indonesia. PCB Terpadu 2022 akan
diikuti oleh para pengurus dari 20 Partai Politik tingkat pusat dan daerah yang
terdaftar di website KPU untuk Pemilihan Legislatif Tahun 2019.
Mengambil tema “Membangun Semangat Bersama
Memberantas Korupsi”, PCB Terpadu 2022 akan memberikan pembekalan antikorupsi
kepada seluruh pengurus partai secara luring, dan secara daring melalui
pembelajaran mandiri di situs ACLC. Hasil pembelajaran akan diimplementasikan
ke dalam berbagai aksi nyata gerakan antikorupsi di lingkungan parpol.
PCB Terpadu 2022 akan mendorong komitmen
integritas dan meningkatkan kesadaran budaya antikorupsi para pengurus parpol.
Sebagai mesin penggerak demokrasi, parpol diharapkan dapat menghasilkan para
pemimpin-pemimpin nasional dan daerah yang bersih dari korupsi. Harapannya,
tidak akan ada lagi para pemimpin daerah besutan parpol yang dipenjara karena
korupsi.
Program PCB Terpadu yang digelar menjelang
pemilu 2024 akan membawa khasanah baru bagi perpolitikan Indonesia untuk lebih
bersih, beretika, dan bebas dari korupsi. Program ini juga merupakan bentuk
pemberantasan korupsi melalui sisi pendidikan dan pencegahan yang tengah
digalakkan KPK. Kami menyebutnya Trisula Pemberantasan Korupsi: Penindakan,
Pencegahan, Pendidikan.
Kami gembira sekali melihat antusiasme ke-20
parpol untuk mengikuti PCB Terpadu 2022. Antusiasme tersebut memunculkan
optimisme, bahwa masih ada harapan akan politik Indonesia yang bersih dari
korupsi, masih banyak yang peduli akan masa depan Indonesia yang lebih baik.
KPK tidak akan mampu memberantas korupsi di
negeri ini sendirian. Butuh dukungan seluruh elemen bangsa dari seluruh
kamar-kamar kekuasaan, dan parpol memainkan peranan besar dalam orkestrasi
pemberantasan korupsi.
Karena pada akhirnya, parpol harus kembali ke
tujuan awal pembentukannya, yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Di pundak-pundak merekalah, dipikul harapan besar kita semua.
Diterbitkan di Detik.com pada 19 Mei 2022.