Pendidikan antikorupsi tersebut nantinya akan diimplementasikan pada seluruh satuan pendidikan dalam bentuk sisipan pada mata pelajaran/kuliah yang relevan, atau pada mata pelajaran/kuliah tunggal serta melalui habituasi atau pembiasaan yang menciptakan budaya baik di sekolah/kampus. Apakah strategi menjadikan antikorupsi sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi sudah cukup?
Pendidikan antikorupsi yang notebene merupakan pengembangan pendidikan karakter, dilaksanakan relevan dengan teori Bloom (1956) tentang tujuan pendidikan yang dibagi dalam tiga domain yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Di Indonesia, istilah yang menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut diungkapkan Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara, yaitu olah cipta (pengetahuan), rasa (keyakinan/sikap), dan karsa (tindakan). Pada pendidikan antikorupsi, ketiga ranah tersebut harus diaplikasikan. Bagaimanapun para pelajar harus mendapatkan pemahaman terkait dengan nilai-nilai antikorupsi yang nantinya diwujudkan oleh sikap mereka, berikut perilaku antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.
Ekosistem integritas
Karena itu, untuk mewujudkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang konsisten dalam antikorupsi, ekosistem pendidikan yang berintegritas memegang peranan penting. Pendidik, orangtua bahkan pengampu kebijakan berpengaruh besar dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang berintegritas. Ekosistem berintegritas seperti apa yang harus ada dalam dunia pendidikan dan berpengaruh terhadap penanaman nilai-nilai antikorupsi kepada anak didik?
Perilaku datang terlambat, mencontek, membolos, tidak mengerjakan tugas sekolah menunjukkan perilaku tak berintegritas yang seringkali muncul di ekosistem sekolah/kampus. Gratifikasi/suap pada penerimaan murid/mahasiswa baru dan saat kelulusan, ataupun gratifikasi saat penentuan jabatan pimpinan dan manajemen di perguruan tinggi (PT) maupun sekolah, konflik kepentingan, tidak transparannya anggaran sekolah/PT, hingga penyalahgunaan wewenang, merupakan contoh lain tidak berintegritasnya ekosistem pendidikan. Perilaku-perilaku tersebut harus menjadi bagian yang dibenahi dalam ekosistem pendidikan jika kita mengharapkan keberhasilan dari pendidikan antikorupsi.
Semboyan Ki Hadjar Dewantara yang sangat dikenal dalam dunia pendidikan di Indonesia ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Semboyan tersebut bermakna 'di depan memberi teladan, di tengah membangun kemauan, di belakang memberi dorongan dan pengaruh'. Dalam dunia pendidikan, seorang pendidik harus mampu melakukan tiga peran tersebut.
Sebagaimana semboyan bapak pendidikan nasional tersebut, teladan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan karakter, termasuk pendidikan antikorupsi. Bagaimana para pendidik bersikap dan berperilaku di lingkungan sekolah/madrasah/kampus memberikan pembelajaran berarti bagi anak didik. Contoh perilaku baik seperti datang tepat waktu, jujur, bersikap adil, merupakan pembelajaran paling efektif dan paling gampang diserap di kalangan anak didik. Di luar orangtua, anak didik cenderung menjadikan guru-guru di sekolahnya sebagai contoh dan pembanding dalam perjalanan hidupnya.