Perempuan Rentan Jadi Korban Korupsi
Galizia adalah satu dari sedikit perempuan yang dengan lantang menyuarakan sikap antikorupsi. Memang, sudah seharusnya perempuan bergerak menentang korupsi. Karena menurut Transparency International dalam press release-nya pada 2000, perempuan lebih banyak dirugikan dalam sistem yang korup dibanding dengan laki-laki.
Jurnal APEC tahun 2021 yang bertajuk "The Role of Women’s Empowerment in Anti-Corruption" menyebutkan alasan mengapa perempuan lebih rentan jadi korban korupsi dibanding lelaki. Perempuan, tulis laporan tersebut, biasanya adalah pengurus keluarga dan anak sehingga aksesnya ke pelayanan publik lebih banyak dibanding laki-laki.
Jika pelayanan publik melakukan korupsi dengan berbagai jenisnya, seperti suap, pemerasan, atau gratifikasi, maka perempuan jadi yang pertama merasakan dampaknya. Laporan APEC juga menyebutkan, para perempuan kebanyakan tidak mengetahui hak-hak mereka sehingga lebih mudah masuk ke dalam jerat korupsi, membuat mereka semakin rentan.
Di banyak negara, orang-orang yang memenangkan kasus hukum cenderung terlibat dengan jaksa dan hakim yang korup. Sementara kebanyakan perempuan enggan terlibat dengan cara
ini. Prosedur peradilan dan sistem yang korup membuat perempuan dalam banyak kasus sulit untuk memenangkan proses hukum secara transparan dan terbuka.
Memang tidak dipungkiri bahwa korupsi dilakukan baik oleh lelaki maupun perempuan. Namun dikutip dari buku "Saya, Perempuan Anti Korupsi" (SPAK) yang dirilis KPK, perempuan memiliki standar perilaku etis dan kepedulian pada kepentingan umum yang lebih tinggi. Hasil ini sejalan dengan teori psikologi dan sosiologi tentang penyimpangan yang menyatakan bahwa perempuan memang memiliki kecenderungan lebih taat aturan daripada laki-laki.