LAPORAN Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) merupakan salah satu inisiatif KPK dalam meningkatkan transparansi sebagai upaya memberantas korupsi.
Laporan tersebut dapat diakses oleh masyarakat luas, yang memungkinkan publik untuk
memantau kekayaan pejabat negara secara detail sesuai prosedur yang ada. Tidak hanya jumlah total kekayaan yang dilaporkan, #KawanAksi juga dapat melihat rincian aset yang dimiliki.
Siapa yang wajib menyampaikan LHKPN
Kewajiban penyampaian LHKPN diatur dalam Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1), penyelenggara negara wajib melaporkan LHKPN pada saat:
- Pengangkatan pertama kali sebagai penyelenggara negara,
- Pengangkatan kembali setelah masa jabatan atau pensiun,
- Berakhirnya masa jabatan atau pensiun.
Laporan LHKPN ini harus disampaikan dalam waktu tiga bulan sejak pengangkatan pertama, pengangkatan kembali, atau berakhirnya masa jabatan. Selain itu, selama masa jabatan, pejabat wajib melaporkan kekayaan secara periodik setiap 1 Januari hingga 31 Desember dan menyerahkannya paling lambat 31 Maret tahun berikutnya.
[1] Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 mewajibkan pejabat di bawah ini menyerahkan LHKPN:
- Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara
- Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara
- Menteri
- Gubernur
- Hakim
- Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, dan
- Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang meliput :
- Direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
- Pimpinan Bank Indonesia
- Pimpinan Perguruan Tinggi
- Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan kepolisian Negara Republik Indonesia
- Jaksa
- Penyidik
- Panitera Pengadilan
- Pemimpin dan Bendaharawan Proyek
[2] Inpres No. 5 Tahun 2004 dan Surat Edaran Menpan Nomor SE/03/M.PAN/01/2005 menambahkan pejabat yang wajib menyerahkan LHKPN, antara lain
- Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara
- Semua kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan
- Pemeriksa Bea dan Cukai
- Pemeriksa Pajak
- Auditor
- Pejabat yang mengeluarkan perizinan
- Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat
- Pejabat pembuat regulasi
Selain harta milik pribadi, kekayaan yang wajib dilaporkan mencakup aset pasangan dan anak dalam tanggungan, serta aset yang terdaftar atas nama orang lain, tetapi dimiliki oleh pejabat. Aturan ini diharapkan menjadi langkah efektif untuk memberantas korupsi selama masa jabatan penyelenggara negara.
Bagaimana LHKPN mencegah korupsi?
LHKPN memungkinkan analisis kewajaran pertambahan kekayaan para pejabat. Apabila terjadi lonjakan harta yang mencurigakan selama masa jabatan, hal tersebut dapat dicurigai sebagai indikasi tindak pidana korupsi.
Sebaliknya, jika tidak ada pertambahan kekayaan sama sekali, laporan tersebut juga bisa dianggap manipulasi karena tidak realistis bagi seorang pejabat untuk tidak mengalami pertambahan harta.
Bagi masyarakat, LHKPN dapat menjadi langkah awal untuk mengungkap indikasi korupsi. Contohnya, masyarakat bisa menelusuri gaya hidup pejabat dan keluarganya yang sering memamerkan kemewahan (flexing) dan membandingkannya dengan laporan kekayaan yang dilaporkan.
Hasil analisis tersebut sering kali memunculkan kecurigaan dan mendorong pelaporan kepada otoritas terkait.
Dengan adanya LHKPN yang transparan, pejabat akan lebih berhati-hati dalam mengelola kekayaan karena pengawasan publik semakin ketat.
Pelaporan jujur dan tepat waktu dari para penyelenggara negara serta pengawasan aktif dari masyarakat diharapkan mencegah terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. */ai