Kekuatan Pantang Korupsi Sampai Mati terletak pada kesederhanaannya. Dengan Davis sebagai narator, komik ini merangkum jargon-jargon hukum yang rumit menjadi sesuatu yang mudah dipahami dan, lebih penting lagi, dapat diterima.
Melalui mata Davis, kita dibawa menyelami berbagai bentuk korupsi—mulai dari yang terang-terangan seperti penggelapan dan suap, hingga yang lebih halus, tapi sama-sama merusak, seperti konflik kepentingan dan manipulasi sistem.
Salah satu adegan yang mencolok adalah ketika Davis menjelaskan tujuh jenis tindak pidana korupsi yang diakui dalam hukum Indonesia.
Komik ini menyoroti berbagai bentuk pelanggaran, mulai penyalahgunaan anggaran hingga praktik menaikkan anggaran pengadaan—hal yang kerap terjadi di kantor-kantor pemerintah.
"Haiya, pasir dua truk, bata 4000, semen 500 sak," ujar seorang kontraktor culas dalam satu percakapan. Namun, Davis menyela, membongkar praktik busuk di balik transaksi, di mana kuitansi dipalsukan dan angka-angka digandakan, semuanya atas biaya rakyat.
Komik ini dengan sangat baik menempatkan pembaca sebagai pahlawan sekaligus pelaku. Melalui Davis, pesan yang disampaikan jelas: perang melawan korupsi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, lembaga pengawas, atau pengadilan. Ini adalah kewajiban moral yang ada di pundak setiap warga negara.
Jika kita menutup mata terhadap amplop tebal yang berpindah tangan di bawah meja, atau merasa tak masalah menerima "hadiah" yang terlalu murah hati, kita pun ikut terlibat.
Komik ini seruan tak kenal lelah untuk bertindak. Seiring Davis menjelaskan berbagai kasus—dari suap hingga mark up—kita disadarkan akan kenyataan pahit: korupsi bukanlah masalah jauh di luar sana, melainkan masalah yang ada di sekitar kita, yang berakar dari apati kolektif.
Davis mendorong kita untuk mempersenjatai diri dengan pengetahuan, mempertajam integritas seperti pedang, dan berdiri teguh di hadapan godaan. Korupsi, seringkali datang dalam rupa yang manis, tapi komik ini mengingatkan kita bahwa kemanisan itu adalah racun.
Ini bukan hanya soal mendidik masyarakat—meski jelas itu adalah salah satu tujuannya—tetapi tentang membangun budaya di mana integritas bukan sekadar ide luhur, melainkan sebuah kenyataan yang dijalani.
Bagi Davis, dan tentunya bagi kita, pesannya jelas: korupsi harus dilawan. Kita bukan sekadar penonton dalam pertempuran ini; kita adalah prajurit, dengan tugas untuk memberantasnya dari akar.
Perang melawan korupsi bukan perjuangan yang bisa kita limpahkan kepada orang lain, melainkan komitmen seumur hidup—yang menuntut kewaspadaan, keberanian, dan keyakinan mendalam bahwa kekayaan sejati sebuah bangsa adalah integritas. [*/ai]