INDONESIA adalah surga nikel. Catatan USGS menyebutkan produksi nikel di Tanah Air pada 2022 sebesar 1,6 juta metrik ton. Sementara itu, volume produksi itu melonjak menjadi 1,8 ton metrik ton dan cadangan nikel sekitar 21 juta ton atau sekitar 24 persen total cadangan dunia, menurut
Kementerian Keuangan.
Kondisi itu menempatkan Indonesia berada di puncak sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia, mengalahkan Filipina, Rusia, China, dan Amerika Serikat.
Nikel merupakan bahan baku pembuatan batu baterai untuk industri mobil listrik. Tambang ini diharapkan mengerek penerimaan negara. Sayangnya, praktik-praktik culas di tambang nikel tampak begitu nyata.
Pada 2023, peneliti Universitas Tadulako La Husen Zuada, Nadhira Afadlia, M. Kafrawi, dan Moh. Nufta menerbitkan laporan risetnya berjudul “Modus operandi korupsi pada masa pertumbuhan pertambangan nikel di Sulawesi Tengah: Perspektif Elite Capture” di
INTEGRITAS: Jurnal Antikorupsi Vol. 9 No. 1 (2023).
Kandungan nikel di Sulteng tersebar di empat kabupaten, antara lain Kabupaten Morowali, Kabupaten Morowali Utara, Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Tojo Una Una. Dalam laporan itu, peneliti menyoroti bagaimana modus operandi korupsi di pertambangan nikel. Disebutkan bahwa korupsi di tambang nikel rentan terjadi ketika para pelakunya adalah elite saling terhubung satu sama lain.
Di Sulteng, para pelaku korupsi terhubung satu sama lain melalui jaringan keluarga, bisnis, organisasi, sosial dan partai politik, tulis peneliti. Dari sinilah, peneliti menggunakan teori Elite Capture untuk membedah permasalahan korupsi di sektor nikel.
Berbagai studi menyebutkan kehadiran elite capture memberikan dampak negatif. Ini karena menguntungkan mereka yang memiliki posisi istimewa dalam masyarakat, tapi mengorbankan kelompok lain (Saito-Jensen et al., 2010). Elite capture juga berakibat pada minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, peningkatan ketimpangan, dan munculnya broker (Post, 2008).
Modus korupsi tambang nikel
Ada sejumlah modus operandi yang dipakai pelaku-pelaku untuk berbuat curang dalam pertambangan nikel di Sulteng. Dari sejumlah modus, praktik illegal mining, jual beli dokumen, dan pengajuan legal opinion merupakan yang paling banyak dijumpai.
Berikut ini macam-macam modus korupsi yang ditemukan peneliti:
- Jual beli dan sewa lahan. Ketika sebidang tanah di sebuah area ditetapkan sebagai wilayah dengan izin usaha pertambangan (IUP), para spekulan (yang umumnya merupakan pengusaha, aparat penegak hukum, dan birokrat) akan membeli lahan tersebut dengan harapan mendapatkan untung dari prosedur ganti rugi ketika tanah miliknya akan dialihkan menjadi area pertambangan. Pemilik lahan juga bisa menyewakan tanahnya kepada pengusaha tambang dengan sistem bagi hasil. Kedua cara ini tentu saja bertujuan untuk menguntungkan pemilik lahan.
- Pendapat hukum. Pendapat hukum merujuk pada strategi menghidupkan kembali area tambang yang IUP-nya sudah mati lewat jalur hukum (Kejaksaan dan Ombudsman). Secara teknis, cara ini legal karena diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018. Akan tetapi, banyak pemilik IUP yang sudah berani memulai kembali aktivitas pertambangannya meski proses pendaftaran ulang IUP-nya di aplikasi MODI ESDM menggunakan pendapat hukum yang telah dikeluarkan oleh Kejaksaan atau Ombudsman belum selesai. Modus ini tentunya dapat menghilangkan tanggung jawab sosial dan lingkungan pemilik IUP.
- Jual beli dokumen. Zuada dkk (2023) menemukan ada 3 bentuk dokumen yang marak diperjualbelikan dalam sektor pertambangan: dokumen IUP, dokumen persyaratan pengapalan, dan dokumen penggunaan bahan bakar bersubsidi (BBM). Ketiga jenis modus korupsi ini nantinya menimbulkan praktik monopoli kepemilikan area pertambangan serta kerugian negara akibat pertambangan ilegal dan subsidi BBM pada pihak yang tidak berhak menerima.
- Rent extraction. Rent extraction merupakan kegiatan pemerasan dan pengancaman yang dilakukan aparat penegak hukum kepada para pemilik IUP dan pemilik legal yang aktivitas perusahaannya mendapat sorotan dari masyarakat, aktivis, atau media. Dengan demikian, modus operandi ini menimbulkan praktik korupsi suap menyuap antara pemilik IUP dan aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
- Menyembunyikan kepemilikan. Menyembunyikan kepemilikan IUP merupakan modus operandi korupsi yang paling sering dilakukan oleh para elite politik dalam menghindari sorotan publik. Hasil penelusuran Zuada dkk (2023) menemukan bahwa pemilik perusahaan tambang yang tercantum dalam data MODI ESDM berbeda dengan fakta di lapangan. Praktik ini memungkinkan terjadinya penghindaran pajak, pencucian uang, menyembunyikan aset dari kreditur, dan aktivitas melawan hukum lainnya.
- Penambangan ilegal. Modus operandi satu ini merujuk pada 2 kelompok pelaku, yaitu: perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin legal dan perusahan tambang yang beroperasi di luar wilayah izinnya. Menurut penelitian para penulis, oknum aparat setempat dapat bertindak sebagai penjaga keamanan dari kemungkinan tekanan warga, atau sebaliknya melakukan tindakan penekanan kepada kelompok yang kritis.
Apa yang dapat masyarakat lakukan?
Bisa disimpulkan, kasus-kasus korupsi di sektor pertambangan nikel di negeri ini adalah bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme antara para elite negeri ini.
#KawanAksi tentunya dapat juga mengambil peran dalam pemberantasan tindak pidana korupsi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Caranya, tinggalkanlah laporan dugaan tindak pidana korupsi di kanal pengaduan masyarakat milik KPK. Tidak perlu khawatir tentang identitas diri #KawanAksi sebagai pelapor, sebab KPK akan menjaga dan merahasiakannya dari publik.
Selain itu, perbanyak juga wawasan tentang antikorupsi di situsweb ACLC KPK agar bisa memiliki bekal yang cukup untuk memerangi korupsi! *