Sejak 2004-2023, jumlahnya mencapai 339 kasus; tahun lalu tercatat sebagai tahun terbanyak dengan 63 kasus.
Korupsi pengadaan barang dan jasa terjadi karena lemahnya proses perencanaan program dan anggaran. Di sisi lain, minimnya sumber data dan acuan dalam penyusunan standardisasi kualitas harga barang dan jasa.
Tindak kecurangan atau penyelewengan ini, menurut analisis
Direktorat Penyidikan KPK, terjadi dalam
enam bagian, yaitu saat tahap perencanaan, tahap pengadaan, tahap penyusunan dan penandatanganan kontrak, tahap pelaksanaan kontrak, dan tahap pengawasan, serta tahap pelaporan.
Pada tahap perencanaan, terdapat sejumlah pola kecurangan dalam PBJ, antara lain: (1) penggelembungan dana (mark up) rencana pengadaan, (2) pengadaan diarahkan untuk kepentingan produk atau penyedia barang dan jasa tertentu, (3) perencanaan yang tidak realistis, terutama terkait waktu pelaksanaan.
Selanjutnya, (4) panitia bekerja secara tertutup, tidak jujur, dan bahkan dapat dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu, (5) harga perkiraan sendiri (HPS) dalam rencana PBJ ditutup-tutupi, dan (6) harga dasar tidak disesuaikan dengan standar yang ada.
Faktor berikut (7), spesifikasi teknis mengarah pada produk tertentu, (8) dokumen lelang tidak disesuaikan dengan standar yang ada, dan terakhir (9) dokumen lelang tidak lengkap.
Adapun dalam tahap pengadaan, pola-pola kecurangan terjadi seperti (1) jangka waktu pengumuman proses pengadaan barang dan jasa menjadi singkat, (2) pengumuman tidak lengkap dan membingungkan, (3) penyebaran dokumen tender tampak cacat, dan (4) dilakukan pembatasan informasi oleh panitia agar kelompok tertentu saja yang memperoleh informasi lengkap.
Selanjutnya, (5) penjelasan tentang proyek (aanwijizing) diubah menjadi tanya jawab, (6) adanya upaya menghalangi pemasukan dokumen penawaran oleh oknum tertentu agar peserta tertentu terlambat menyampaikan dokumen penawarannya, (7) penggantian dokumen dilakukan dengan cara menyisipkan revisi di dalam dokumen awal.
Pola-pola kecurangan berikutnya (8) panitia bekerja secara tertutup, (9) pengumuman pemenang tender hanya dilakukan kepada kelompok tertentu, (10) tidak semua sanggahan ditanggapi, dan terakhir (11) surat penetapan sengaja ditunda pengeluarannya.
Sementara itu, praktik curang di tahap penyusunan dan penandatanganan kontrak, di antaranya (1) penandatanganan kontrak tidak dilengkapi dokumen pendukung dan (2) penundaan penanganan kontrak tersebut.
Adapun penyimpangan di tahap pelaksanaan kontrak & penyerahan barang/jasa, yaitu pekerjaan atau barang tidak sesuai spesifikasi dan pekerjaan yang belum selesai, tetapi telah dilakukan serah terima.
Penyimpangan di tahap pengawasan, biasanya berupa (1) kolusi antara pelaksana proyek dan pengawasnya, (2) penyuapan kepada pengawas proyek, dan (3) laporan pengawas proyek yang tidak sesuai dengan hasil pekerjaannya.
Adapun tahap terakhir, tahap pelaporan keuangan dan audit, praktik menyimpang yang ditemukan yaitu pelaporan tidak jujur dan meloloskan bukti-bukti akuntansi yang tidak benar.
Cara mencegah korupsi PBJ
Pertama, optimalisasi whistleblowing system. Whistleblowing system (WBS) merupakan penyampaian pengaduan tindak pidana yang telah maupun akan terjadi di sebuah organisasi. Sistem ini menjadi early warning system adanya pelanggaran.
WBS berfungsi mengoptimalkan penanganan internal dalam menjaga reputasi serta mendorong perbaikan sistem sehingga citra organisasi menjadi baik di masyarakat.
Untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi bisa melalui:
Situsweb KPK Whistleblower system: http://kws.kpk.go.id/.
- Email: pengaduan@kpk.go.id
- WhatsApp: 0811 959 575
- SMS ke 0855 8575 575, atau
- Langsung ke Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav.4, Jakarta Selatan, 12950.
Kedua, perluasan objek sanggah lelang. Perlunya memperluas cakupan mekanisme sanggah lelang.
Merujuk Pasal 81 (1) Perpres 70/2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 54/2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah, mekanisme sanggah diatur sebagaimana berikut:
Peserta pemilihan yang memasukan dokumen kualifikasi atau penawaran yang merasa dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya dapat mengajukan sanggahan secara tertulis bila menemukan: a. penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang diatur dalam Peraturan Presiden dan telah ditetapkan dalam Dokumen PBJ; b. adanya rekayasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat; c. adanya penyalahgunaan wewenang oleh Kelompok Kerja ULP dan/atau Pejabat yang berwenang lainnya.
Di Indonesia, mekanisme sanggah biasanya hanya efektif untuk melindungi peserta tender yang merasa dirugikan. Mekanisme sanggah ini tidak melindungi calon peserta tender yang dirugikan akibat dokumen pengadaan, misalnya karena desain spesifikasi dan/atau persyaratan pengadaan yang dianggap tidak adil.
Ketiga, mengubah struktur organisasi pengadaan. Pemerintah telah mendesain ulang struktur organisasi pengadaan, dari yang mulanya vertikal jadi horizontal.
Struktur vertikal diatur berdasarkan Keputusan Presiden No 80/2003, sedangkan struktur yang horizontal diatur oleh Peraturan Presiden No 54/2010.
Struktur horizontal memungkinkan terciptanya saling kontrol pada proses pengadaan karena adanya tiga petugas yang mengawasinya, yaitu pimpinan badan publik, pengguna barang dan jasa; serta pejabat atau panitia pengadaan.
Keempat, adanya electronic purchasing. Pemerintah telah menerapkan konsep e-purchasing. E-purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa lewat sistem katalog elektronik.
Caranya, publik hanya perlu mencari dan memilih barang/jasa berdasarkan spesifikasi dan harga yang diinginkan di katalog elektronik. Harga yang tertera di katalog elektronik biasanya lebih murah dari harga di pasaran.
Setelah menemukan barang yang diinginkan, publik mengundang penyedia untuk melakukan negosiasi harga. Untuk banyak kategori barang, seperti pengadaan kendaraan bermotor, publik dapat mengundang satu penyedia saja. Negosiasi di atas memungkinkan publik untuk menawar harga yang tertera di katalog elektronik.
Yuk, berantas korupsi PBJ bersama ACLC KPK! [*]