Pemberian atau penerimaan hadiah merupakan sesuatu yang wajar dari sudut pandang relasi pribadi, sosial dan adat-istiadat.
Namun, ketika hadiah tersebut diselimuti kepentingan lain dalam relasi kuasa, cara pandang gratifikasi sebagai sesuatu yang netral, tentu tidak bisa dimaklumi.
Gratifikasi ialah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Dalam pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum.
Di sisi lain, gratifikasi menjadi sesuatu yang terlarang ketika penerima adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara dan penerimaan tersebut berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugas dan kewajiban penerima.
Gratifikasi itulah yang disebut pada Pasal 12B ayat 1 sebagai “gratifikasi yang dianggap pemberian suap”.
Penerimaan gratifikasi yang dianggap suap harus dilaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi. Mekanisme pelaporan dapat dilakukan melalui berbagai saluran pelaporan.
Jika gratifikasi yang wajib dilaporkan telah jatuh tempo, setiap penerimaan tersebut harus dianggap sebagai “suap”, demikian dikutip dalam Pedoman Pengendalian Gratifikasi.
Unsur-unsur gratifikasi
Berikut ini bunyi Pasal 12B UU Tipikor:
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10 juta, pembuktian bahwa gratifikasitersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Bunyi Pasal 12C:
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tipikor
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
(3) Komisi Pemberantasan Tipikor dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam UU Komisi Pemberantasan Tipikor.
Berdasarkan dua pasal tersebut, terdapat sejumlah unsur utama yang membedakan antara definisi gratifikasi secara umum dengan gratifikasi yang dianggap suap, yaitu unsur:
Untuk membedakan gratifikasi yang harus ditolak dan boleh diterima, pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat merujuk pada sejumlah kategori berikut ini, berdasarkan Buku Saku Gratifikasi.